Lihat ke Halaman Asli

Kecelakaan Kapal Penumpang

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini apel pagi berlangsung seperti biasanya. Semua karyawan rumah sakit berkumpul di lapangan depan gedung VIP, lengkap dengan segala atribut upacara. Petugas apel merapihkan barisan agar apel pagi dapat segera dimulai, sedangkan para peserta apel tengah asyik berbincang-bincang dengan dengan para kolega dan mitra kerja mereka. Kapan lagi? Apel pagi memang menjadi sarana yang cukup sederhana untuk saling bertegur sapa mengingat kesibukan pekerjaan di masing-masing ruangan di rumah sakit yang tidak memungkinkan para pegawai dari ruang yang lain untuk bersilahturahmi.

Setelah barisan rapih tersusun dan kebisingan mulai dapat terkendali, apel pagi pun dimulai. Rangkaian demi rangkaian acara berlangsung dengan khidmat pagi ini. Amanat pembina apel cukup panjang, salah satunya adalah menghimbau para karyawan rumah sakit, khususnya para dokter dan perawat di Unit Gawat Darurat, untuk siap sedia, pasalnya berita di televisi pagi ini mengabarkan bahwa sebuah kapal penumpang tengah mengalami kecelakaan di atas Selat Sunda akibat bertabrakan dengan kapal tengker. Ada cukup banyak korban akibat tragedi tersebut dan apabila rumah sakit daerah setempat tidak mampu mengcover bantuan untuk menyelamatkan para korban kecelakaan kapal, tentu saja sebagian akan dirujuk ke rumah sakit provinsi tempat dimana saya menjalani pendidikan kepaniteraan*.

Pembina upacara menghimbau agar petugas di Instalasi Gawat Darurat menyediakan lebih banyak brangkar sebagai antisipasi bagi ledakan jumlah pasien yang diprediksikan akan datang. Saya, mahasiswa co-ass yang sedang bertugas di ruang jantung, cukup prihatin mendengar kabar tersebut. Keprihatian yang pertama tentu saja karena kecelakaan tersebut cukup memilukan, apalagi saya adalah salah satu orang yang kerap kali menggunakan jasa pelayanan pelayaran Feri untuk pulang kampung. Yang kedua adalah keprihatinan kepada beberapa teman sesama co-ass yang saat ini sedang bertugas di Instalasi Gawat Darurat. This must be a tough day.

Begitulah sampai akhirnya amanat pembina upacara diakhiri dan barisan dibubarkan. Setiap peserta apel kembali ke ruangannya masing-masing. Sambil berjalan menuju ruangan tempat saya bertugas, saya memeriksa telepon seluler saya dan menemukan bahwa lampu telepon tersebut berkedip-kedip. Lowbatt, pikir saya. Sambil berdecak sebal, saya merogoh-rogoh saku jas putih yang saya kenakan untuk mencari telepon seluler lain yang saya harap tidak sedang lowbat juga. Namun saya tidak juga menemukan telepon seluler tersebut. Ah, pasti ketinggalan!

Susahnya manusia zaman sekarang ternyata ketara ketika sedang ditinggal teknologi. Telepon seluler menjadi begitu ‘vital’ dan saya hanya berharap baterai telepon seluler yang tinggal ala kadarnya itu mampu bertahan sampai saya pulang dan tiba di kost-an.

Kegiatan hari ini cukup membuat badan saya lelah, pasalnya malam sebelumnya saya tengah sibuk mengerjakan tugas-tugas yang sempat menumpuk dinanti deadline. Saya harus melakukan pemeriksaan yang holistik terhadap pasien-pasien yang saya ‘pegang’ dan kemudian mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaannya kepada dokter yang bertanggung-jawab di ruangan tempat saya bertugas. Saya harus memikirkan terapi yang sesuai bagi para pasien dan mempersiapkan laporan kasus yang harus diserahkan kepada konsulen pada siang harinya.

Tanpa saya sadari, ternyata telepon seluler saya mati. Benar-benar off.

Hari ini saya agak sulit berkomunikasi dengan teman yang tidak sedang bersama-sama dengan saya. Namun, kabar baiknya adalah ternyata saya dapat lebih berkonsentrasi terhadap berbagai kegiatan yang harus saya lakukan.

Setelah presentasi laporan kasus berakhir, akhirnya saya dan teman-teman sedikit dapat bernapas lebih lega. Seusai menunggu dokter ruangan pulang, kami pun ikut pulang ke peraduan kami masing-masing dengan bahagia. Kostan, I’m coming..

Sesampainya di kostan, saya beristirahat sejenak setelah menghabiskan waktu sekitar setengah jam untuk membereskan kamar yang tadi pagi saya tinggalkan dengan tidak bertangggung-jawab. Lalu, ketika sedang membenahi pakaian-pakaian yang berserakan di atas tempat tidur, saya teringat akan ponsel yang saya tinggalkan di kamar tadi pagi.

Saya pun men-check ponsel awet saya tersebut (karena sudah jatuh berkali-kali) dan membaca ada beberapa notifikasi pada layarnya. Tiga missed calls dan dua pesan. Semuanya dari ayah saya.

Segera setelah melihat notifikasi yang tertera pada layar ponsel, saya mengambil ransel yang tergeletak di lantai kamar dan mencari ponsel saya yang lain, yang mati akibat lowbat. Setelah menemukan posel tersebut di sudut tas ransel hitam yang sudah lusuh, saya segera menyambungkan ponsel tersebut dengar charger ke sumber listrik. Beberapa saat setelah saya yakin baterai ponsel tersebut cukup kuat untuk dapat dihidupkan kembali, saya kembali menekan tombol dan tak sabar melihat notifikasi di ponsel saya tersebut.

Ternyata ada empat pesan. Dua pesan dikirim oleh teman saya. Isinya adalah ‘forward-an’ informasi yang tidak saya baca dan dua pesan lainnya dikirim oleh ayah dan ibu saya.

Isi pesan ayah dan ibu saya sama. Keduanya menanyakan kabar saya dan memastikan anak perempuan mereka yang terdampar di pulau orang sudah menikmati santap siang. Apa mereka sedang khawatir, ya?

Saya tidak suka membuat orang tua saya khawatir. Namun, rasanya tidaklah setimpal jika kedua pesan manis tersebut hanya saya balas dengan sepenggal pesan elektronik. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli pulsa telepon lewat sms kepada penjual pulsa langganan saya. Namun, pulsa yang saya pesan tidak kunjung datang. Sambil menunggu, saya online dan memeriksa perkembangan blog dan artikel-artikel yang baru-baru ini saya post-kan ke situs surat kabar elektronik.

Belum sempat pulsa pesanan saya datang, terdengar bunyi telepon dari ponsel saya yang sedang di-recharge. Tulisan yang tertera membuat saya tersenyum. MUM.

Halo, Ma..tadi..” belum sempat saya menyelesaikan kalimat yang saya ingin ucapkan, suara di ujung sana segera membalas sapaan saya.
Kok sms mama ga dibales? Tadi kata bapa, telepon kamu ga diangkat-angkat, trus ga ada telepon balik
Iya, Ma.. Sorry! Tadi hp lowbat, hp satunya ketinggalan, ika lagi nungguin pulsa, tapi belum dateng-dateng. Rencananya tadi mau nelepon balik...
Ohh..... gimana? Udah makan?
Udah..” Mendengar suara bising di ujung telepon, saya bertanya, “Mama belum pulang?
Iya, ini bentar lagi pulang, lagi beres-beres.
Oh..” saya tersenyum sebentar, kemudian melanjutkan, “Opung masih di rumah?
Masih..
Titip salam ya, Ma!
Iya... Ya udah, mama pulang, ya!
Oh, iya, jangan lupa kirim duit ya, Ma! Hehe. Duit ika tinggal dikit” saya tertawa kecil, gaya andalan saat meminta uang.
Iya.. Mama pulang ya..
Ok.. dadahh..
Dadahh..

Tut..tut..tut...

Bunyi ‘tutut’ akhirnya mengakhiri percakapan singkat saya dengan ibu. Ternyata, beliau khawatir ketika saya sulit dihubungi. Sesederhana itu.. Saya hanya tersenyum. Baginya itu cukup membuatnya khawatir.

Akhirnya, berhubung pulsa yang saya pesan tidak juga datang, saya memutuskan untuk membalas pesan ayah saya melalui sms saja. Tidak ada pilihan lain.

Pa, ika udah makan. Bapa sehat? Lagi ngapain?

Sent.

Beberapa detik kemudian... delivered.

Sambil menunggu balasan sms dari ayah saya, sayamelanjutkan petualangan saya di dunia maya. Ternyata, sms balasan dari ayah saya sangat cepat, jauuuuuh lebih cepat dari balasan pesan yang saya kirim kepada pria yang pernah membuat saya jatuh cinta (maaf, jadi kemana-mana, haha).

Isi sms ayah saya berbunyi demikian:

Sehat, ada kapal tenggelam, jd Bp. was2.
Okeh, slamat beraktifitas.
Bp. sehat2 aja, sdh makan, GBU.

Membaca pesan ini, saya hanya bisa tersenyum dan bersyukur untuk dua malaikat yang Tuhan berikan ke dalam hidup saya. Ternyata kecelakaan kapal tadi pagi membuat ayah saya was-was, mungkin beliau berpikir siapa tahu anaknya sedang pulang kampung dalam rangka kejutan.

Tanpa sadar ternyata air mata saya sedang jatuh mendarat di pipi kiri saya.

Saat itu saya berbicara pada Tuhan, mengucap syukur atas dua malaikat yang selalu mempunyai alasan untuk khawatir terhadap diri saya. Dua malaikat yang hanya dengan mendengarkan suaranya lewat transmisi sinyal elektronik sudah membuat hati saya gembira dan dua malaikat yang keberadaannya selalu menjadi kekuatan dalam hidup saya.

Saya menghapus air mata saya, tak ingin membuat pria ganteng yang berkali-kali membuat saya jatuh cinta di seberang telepon sana menunggu lama. Saya mulai mengetikkan sepenggal sms balasan yang ‘ceria’.

Oke, salam buat opung.. Love you!

Sent.

Delivered.

Bandar Lampung, 26 September 2012.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline