Selepas pamit yang terlalu dini pada raga kecil, hal-hal indah hanya datang sementara
tak ada lagi segelas kopi menyambut mentari di halaman belakang rumah
ucapan selamat pagi menjelma bayang-bayang yang memekikkan ingatan
angan-angan yang telah terencana hanya tersisa kenangan
orang-orang menanyakan keberadaanmu, menanyakan bagaimana perasaanku
berbondong-bondong memberi simpati sekedar basa basi
sesekali menganggapku egois atas acuh yang kutunjukkan
agaknya ketidakhadiranmu membawa binasa
kukira tanpa air mata artinya aku rela, ternyata luka-luka tak semua bersuara
darahmu yang mengalir ditubuhku tak cukup kuat untuk saling memahami
hingga akhirnya kita kembali asing memahami isi kepala masing-masing