Langit sepertinya terus memintal kegelapan hingga hujan datang memecah kesunyian ruang kuliah ini. Kuliah makanika kuantum yang menguras pikiranku membuatku tak tahan ingin segera mengunjungi kantin. "Eh, ke kantin Ekonomi yuk?" Ajak Tora. "Males lah, mending kantin MIPA deket. Gue udah laper bener." Tolakku. "Ayo Sa, ngikut Tora aja. Gue pengen mejengin anak FE nich." Fanny malah mendesakku mengiyakan ajakan Tora. "Iya, tapi bayarin gue pake duit hutangan lu ke gue kemari ya?" Ucapku sambil melirik Tora. ****** "Buset dah, penuh bener. Duduk mana kita?" Mataku menyapu sudut-sudut kantin berharap ada tempat yang kosong. Sepertinya efek kuliah yang memabukkan disertai hujan beraroma dingin pekat membuat perut-perut mahasiswa ini kelaparan. "Itu ada yang kosong tuh!" Ucap Tora sambil nunjuk-nujuk kursi di sudut kantin, yang baru di tinggal makan 4 mahasiswi FE yang katanya Tora menyehatkan mata. Secepat kilat aku berlari, berharap perutku segera terisi makanan sebanyak-banyaknya. Saat aku menjatuhkan tasku di meja itu, oh la la. Cowok-cowok di depanku juga hendak duduk di meja yang sama. Dan sialnya salah satu dari cowok itu adalah Rian. "Eh, aku gak jadi makan. Aku mau ke perpus dulu ya, ada buku yang kudu di kembaliin." Aku fikir nada bicaraku berantakan kali ini. Tora dan Fanny bertanya-tanya padaku kenapa tiba-tiba banget begini dan begitu, dan otomatis mereka berdua bilang aku tak asyik. Mereka tak mengerti pikiranku, dan itu menyebalkan. Akhirnya aku putuskan aku ke kantin MIPA saja, perutku terus menjerit tak mau mengerti keberadaanku yang sangat tiba-tiba bertemu Rian. **** Well,kini aku berada di kantin MIPA dalam rangka menghindari jantungku yang berdebarnya lebih cepat jika aku berpapasan dengan Rian. Aku makan Mie Ayam Bakso super pedas yang aku beri dua buah tahu bakso, porsi yang mengerikan jika di lihat. Tapi aku tak peduli, aku makan dengan lahap sambil sesekali mulutku mendesah karena pedas. "Katanya ke perpus? Kok di kantin?" Ucap cowok yang sedang menggenngam mug dan tanpa canggung langsung duduk di sampingku. Hujan deras ini tak ada petirnya sama sekali, tapi saat mendengarkan suara itu aku merasa tersambar. "Udah kok barusan ke perpusnya kak. Ngapain kak Rian kesini?Bukannya lagi skripsi ya?" Ucapku dengan suara rendah, dan tiba-tiba cara makanku bak putri solo yang patuh pada table manner. "Kok tau aku lagi skripsi? Perhatian banget." Ucapannya di iringi senyum dan di ikuti tangannya yang memeluk mug siap meminum kopi. Sialnya aku salah bicara, gengsi banget kalau ketahuan selama ini aku perhatian sama dia. Aku sudah kehilangan selera makan karna Rian. Tahu baksoku bahkan masih utuh, menyesal sekali aku memesan porsi kuli ini. Kini Rian diam, akupun diam. Hanya gemericik hujan deras yang terdengar. Mengapa kita selalu di pertemukan saat hujan, dan itu membuatku teringat semua tentangnya di saat hujan meluruhkan dirinya dari langit. #sumber gambar http://homesweethome87.files.wordpress.com/2008/11/2.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H