Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal, Bukan Sekadar Menulis Bersama Tanpa Makna

Diperbarui: 10 Oktober 2024   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dokpri

Ketika dihubungi oleh Mbak Widz Stoops, kner yang tinggal di Amerika untuk ikut menulis bareng project SKB (salah satu komunitas yang ada di Kompasiana), tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakan.

Menulis bareng, ya? 

Apa sih istimewanya?

Mungkin ada beberapa orang yang bertanya demikian. Nah, kali ini sebagai bagian dari peserta yang ikut bergabung dalam kegiatan ini, saya ingin sedikit berbagi cerita.

Meski bukan untuk pertama kali mengikuti kegiatan semacam ini, menulis bareng bagi saya tetap memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Sekadar bernostalgia, dulu awal menulis di Kompasiana (tahun 2015) tawaran menulis bareng ini pernah saya dapatkan dari Fiksiana Comunity. Jujur kala itu perasaan saya campur aduk tidak karuan. Bayangkan, saya yang masih tergolong newbie harus bersanding dengan para penulis senior. Apalagi prosedur yang harus dilaksanakan dalam nubar ini cukup membuat tegang dan hati deg-degan.

Bagaimana tidak tegang, penulis yang terlibat di dalam project nubar harus siap menerima giliran menulis sesuai dengan nomor urut yang sudah ditentukan. Selanjutnya, penulis mendapat tugas melanjutkan kisah yang ditulis oleh penulis sebelumnya.

Tentu saja---melanjutkan kisah penulis lain bukanlah sesuatu yang mudah. Mengingat setiap penulis memiliki karakter dan kemampuan berimajinasi yang berbeda-beda. Bisa dibayangkan, bukan? Bagaimana semisal penulis pertama adalah seorang penulis horor, sedang penulis kedua adalah penulis roman, dan penulis selanjutnya terbiasa menulis genre sci-fi?

Di situlah kehebohan dan keseruannya!

Oh, iya. Dalam menulis bareng ini setiap penulis boleh mengeksplor kisah seluas mungkin, tapi dengan catatan tidak boleh melenceng dari tema yang sudah dirumuskan agar kisahnya tetap runtut dari awal hingga akhir.

Nah, boleh dikata ini adalah fase yang paling sulit. Sebab penulis sebelumnya harus bisa memberi ruang agar penulis selanjutnya bisa masuk melanjutkan kisah, tidak mandeg atau kebingungan karena kehilangan ide. Demikian pula penulis selanjutnya, harus fokus menyimak kisah sebelumnya agar bisa melanjutkan kisah dengan lancar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline