Sebuah puisi berjalan tertatih, menujumu. Tanpa alas kaki tanpa tudung kepala.
Sebuah puisi, tersuruk. Berjalan setengah berlari, menujumu. Jemari tangannya gemetar menggenggam sejumput rindu yang nyaris pudar. Matanya lelah menyimpan sejuta asa yang kian hari kian redup tanpa binar.
Sebuah puisi, mempercepat langkah tanpa tanda baca. Menujumu. Tubuhnya dekil karena ia tidak sempat mandi. Napasnya bau karena belum gosok gigi. Tenggorokannya kering karena lupa meneguk secangkir kopi.
Oh, sebuah puisi. Ia ingin segera pergi jauh, menujumu. Menumpahkan segala kesah. Meruahkan hasrat yang sekian lama terpenjara.
Tak peduli apakah kamu itu ada, nyata, atau hanya ilusi sesaat saja.
***
Malang, 15 Juni 2023
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H