Dari buku catatan keseharian istana tertulis;
Pangeran Zal lebih memilih tidur ketimbang belajar ilmu ketatanegaraan.
Suka bersendawa keras-keras tanpa menutup mulut setiap kali usai menyantap makanan.
Asyik mengupil saat menemani Raja menjamu tamu.
Sering tampil sembrono semisal membiarkan kancing jubahnya terpasang tidak sempurna sehingga pakaian dalamnya kelihatan.
Dan, masih banyak lagi catatan minus mengenai diri Pangeran Zal yang membuat Raja dan Permaisuri berkali-kali mengelus dada.
Sebenarnya pihak kerajaan sudah sering menegur agar Pangeran Zal bertingkah laku selayaknya seorang pangeran. Bahkan Permaisuri sampai mendatangkan guru khusus olahkepribadian untuk mendampingi serta mendidik putra semata wayangnya itu.
Namun hingga sejauh ini usaha-usaha tersebut belum juga menampakkan hasil.
Kondisi seperti ini membuat Baginda Raja dirundung murung. Bagaimana tidak. Pangeran Zal merupakan satu-satunya calon penerus tahta kerajaan. Jika kepribadiannya tidak juga berubah Baginda Raja khawatir kelak Kerajaan Purucia akan kehilangan pamor dan wibawa.
Melihat Baginda Raja bersusah hati, Permaisuri diam-diam menghubungi penasihat kerajaan.
Resi Tuah, sang penasihat kerajaan pun memberi saran agar Baginda Raja dan Permaisuri melepaskan Pangeran Zal. Membiarkan putra mahkota itu mengembara untuk sementara waktu.