Pagi ini kupetik sebulir embun, bening. Dari sudut cakrawala nan dinaungi cahaya kalinda paling hening.
Sengaja kuletakkan ia --- bulir embun bening itu, di bibir cangkir kopi yang tergeletak di atas meja kamarmu. Yang semalam isinya kausesap selintasan, hanya sedesah angin selirih sedu sedan hujan.
Saat engkau terjaga nanti (dari mimpi indah tentang menaklukkan dunia antah berantah), bulir embun yang kupetik kupastikan 'kan menjelma; menjadi barisan puisi tanpa kata. Atau ---merupa penari gandrung tanpa omprok tanpa nayaga.
(Kadang ada perih yang tak ingin dicatat. Kadang ada cinta yang memilih diam enggan untuk diucap)
Dan, biarkan dari sudut kota ini aku melangitkan berbait doa-doa.
Semoga waktu yang tersisa membawamu menuju tanda baca. Entah itu titik atau koma.
Selamat menimang hari lahir. Duhai lelaki yang isi kepalanya tak pernah mangkir dari kericuhan sajak dan syair-syair.
***
Malang, 1 Juni 2022
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H