Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Hujan yang Memilih Mati Bunuh Diri

Diperbarui: 19 November 2021   04:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by Shutterstock

Di pelataran hari, pagi menggigil ditumpahi hujan. Matahari kehilangan lampu. Cahayanya tertinggal di sudut keranda kabut.

"Kita adalah sepasang kekasih!" Hujan merayu pagi. Tempiasnya mengayun garang. Seperti sabetan pedang.

Tapi pagi tetap harus pergi. Memenuhi panggilan waktu.

Hujan enggan kesepian. Ia lari lintang pukang. Mengejar bayang pagi yang mulai pudar. Sesekali ia jatuh, terjerembab ke dalam gorong-gorong air yang dipenuhi sampah.

"Dengar. Kita sudah ditakdirkan menjadi sepasang kekasih!" Hujan meracau kacau, sekali lagi. Tapi pagi tak lagi hirau. Pagi terus saja pergi meninggalkan hujan sendirian.

"Ini patah hati yang kesekian." Hujan meratapi nasib pedih yang berulang.

Di bawah kuntum plumeria hujan memutuskan mengakhiri perjalanan.

Di atas kabel listrik yang berjuntai gagak-gagak hitam bersorak kegirangan, "Horeeeee...hujan mati bunuh diri!"

Di lanskap langit, matahari menemukan kembali lampu ajaibnya yang tercuri.

***

Malang, 19 November 2021

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline