Pagi ini, di depan cermin usang, seorang perempuan sibuk mematut diri. Bersolek, mengenakan gaun putih yang semalam dijahitnya sendiri.
Dipasangnya kerudung berpayet pasir. Dibingkainya senyum yang lama kehilangan tafsir.
Di luar, langit membentangkan tirai-tirai kelabunya. Menyandera matahari di sebuah kamar. Awan-awan menyiapkan perhelatan akbar. Embun-embun berebut mendandani hujan sedemikian rupa.
Temui segera pengantinmu! Ujar mendung dengan wajah murung. Hujan pun menjura hidmat. Lalu berlari kencang. Meluncur, melewati tubir langit yang terbuka.
Hujan lantas menjatuhkan diri. Di atas pundak seorang perempuan. Yang bersimpuh diam di tengah pelataran. Yang baru saja usai. Meneguk tuntas airmata. Bercawan-cawan.
Ini pernikahanku yang kesekian. Dan, seperti sebelum-sebelumnya, hujan kali ini akan membuatku hamil. Lalu aku akan melahirkan anak-anak yang kuberi nama; Kenangan.
Perempuan itu bergumam sendiri. Seraya melempar bunga tangan ke punggung seorang laki-laki. Yang berlalu meninggalkannya pergi.
***
Malang, 9 November 2021
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H