Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Ignaz Semmelweis dan Budaya Cuci Tangan yang Pernah Dikecam

Diperbarui: 16 Juli 2020   17:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: commons.m.wikimedia.org

Pagi-pagi setiap memasuki ruang praktik, hal pertama yang ditanyakan dokter kepada saya adalah: "Kamu sudah cuci tangan?"

Yup. "Cuci tangan". Kegiatan sepele dan sederhana. Yang belakangan menjadi trend (baca: keharusan) bagi semua orang, semua kalangan, semua umur, dalam upaya menghadapi pandemi Covid-19 ini.

Ibu-ibu di rumah tak lelah mengingatkan kepada anak-anak dan suami mereka. Cuci tangan! Perkantoran, instansi, dan tempat-tempat pelayanan umum pun, merasa wajib menyediakan tandon air dan sabun, atau hand sanitizer bagi karyawan atau para pengunjung yang berdatangan.

Tapi tahukan kita bahwa budaya "cuci tangan" pertama kali diimbaukan di Wina sekitar abad 19-an? Dan, kabar buruknya, imbauan tersebut ternyata dikecam!

Adalah Ignaz Philipp Semmelweis, seorang dokter ahli kandungan, yang mencetuskan budaya "cuci tangan" ini. Meski ia sendiri merasa sangat kecewa ketika apa yang dicetuskannya malah dianggap sebagai hal yang tidak masuk akal. Mereka---para dokter beserta orang-orang di sekitarnya menganggap Semmelweis telah merumuskan hal yang salah.

Apa sih yang menyebabkan Semmelweis getol mengusulkan agar seluruh dokter dan staf yang bekerja di Rumah Sakit Umum Wina itu menggalakkan budaya "cuci tangan"?

Rupanya Ignaz Semmelweis diam-diam telah mengamati perjalanan sebuah pandemi penyebab kematian pascapersalinan. Menurut hasil pengamatannya demam puerperal (infeksi rahim yang terjadi setelah melahirkan) disebabkan oleh bakteri yang penularannya  bisa jadi melalui perantara tangan dokter.

Pengamatan Ignaz memang cukup beralasan. Ia melihat angka kematian di Rumah Sakit tempat ia bekerja terus melonjak drastis, sekitar 20% dari jumlah pasien yang ditangani dokter. Sementara risiko kematian melahirkan yang dibantu oleh bidan, angka kematian hanya berkisar 1%.

Sumber: Pinterest.com

Mengapa hal demikian bisa terjadi?

Pengamatan Ignaz pun ditingkatkan menjadi pencermatan. Dan, ia menemukan banyak hal dari pencermatannya itu. Antara lain: petugas medis Rumah Sakit yang didominasi oleh kaum pria memiliki lingkungan dan peralatan yang kurang higienis. Semmelweis mencoba membandingkan dengan klinik tempat para bidan bekerja. Ia melihat lingkungan dan peralatan medis yang digunakan di sana jauh lebih terawat dan steril.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline