Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cerpen | Tersesat di "Jalan Bajingan"

Diperbarui: 16 Juni 2020   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: weibo.com

Konon, kata Ibu, di dunia ini ada satu jalan bernama Jalan Bajing. Diberi nama demikian, konon---kata Ibu lagi, karena banyak tupai-tupai berkeliaran di sekitarnya.

Entah dari mana datangnya tupai-tupai itu. Kronologinya tidak jelas. Mungkin mereka tergusur dari habitatnya yang jauh di tengah hutan. Atau, bisa jadi hewan-hewan yang mahir melompat itu memang sengaja ingin mencari suasana baru yang lebih nyaman, lebih modern ketimbang kehidupan primitif di belantara.  

Masih kata Ibu, Jalan Bajing terkenal sebagai kawasan elit. Perekonomiannya makmur. Penghuninya hidup serba berkecukupan. Tidak kurang sesuatu apa. Tidak mengenal kata miskin seperti kami.

Mendengar cerita Ibu--- mengenai Jalan Bajing itu, saya jadi tergiur, kepingin sekali suatu hari nanti memiliki kesempatan untuk bisa berkunjung ke sana.

"Tidak sembarang orang bisa masuk ke Jalan Bajing itu, Nak. Pos penjagaannya sangat ketat. Lagi pula, kalau sudah berada di sana, kamu bisa terkena penyakit pikun. Lupa jalan menuju pulang," demikian Ibu mewanti-wanti saya.

Oh, iya. Saya belum memperkenalkan diri. Nama saya Maksum. Saya dilahirkan sebagai anak tunggal. Saya lahir dan tumbuh bersama Ibu, tanpa ditunggui oleh Ayah.

Ketika saya tanyakan kepada Ibu---perihal keberadaan Ayah yang telah menghamilinya, Ibu saya hanya menjawab singkat, "Ayahmu tersesat di Jalan Bajing itu."

Mendengar penjelasan Ibu, semakin besar tekat saya untuk berkunjung ke sana. Ke Jalan Bajing itu. Selain; siapa tahu saya bisa mengubah nasib miskin bawaan sejak lahir ini menjadi lebih baik, saya berharap bisa bertemu dengan Ayah, laki-laki yang tidak pernah saya lihat dedeg dan raut wajahnya itu.

Tapi Ibu bersikeras melarang keinginan saya. Ibu khawatir saya nanti tersesat. Tidak bisa pulang. Seperti Ayah.

"Kamu satu-satunya milik ibu yang paling berharga, Nak. Kalau kamu pergi, tamatlah sudah riwayat ibumu ini."

Saya tertawa dalam hati mendengar kata-kata Ibu. Terkadang Ibu memang sangat berlebihan dalam menunjukkan kasih sayangnya terhadap saya. Sampai-sampai ia berpikir dunia akan kiamat tanpa keberadaan saya di sisinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline