Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cerpen | Hantu Muka Rata

Diperbarui: 4 Desember 2019   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pinterest/psychicaileena

Kau pendendam!

Seruan itu masih terngiang jelas di telingaku. Mengalahkan nyanyian hujan yang gemericik di tanah berbatu. Kuakui, suaramu sungguh sangat merdu luar biasa. Tak satu pun ragam bebunyian di dunia ini yang mampu menandinginya.

Itulah salah satu sebab mengapa aku jatuh cinta kepadamu.

Kau pecundang!

Serumu lagi. Dan anehnya. Caci maki yang kaulontarkan terdengar begitu mesra di telingaku. Ah, mengapa bisa begitu? Apakah ini efek aku terlalu mencintaimu?

Mungkin.

Lalu aku melihatmu berlari. Kencang. Menembus derasnya hujan di awal bulan Desember yang murung. Ya, kukatakan murung karena itulah kali terakhir aku bisa mendengar merdu suaramu.

Aku tidak bisa lagi mencegahmu menjauhiku. Kau memang harus pergi. Menyongsong hari-harimu yang masih panjang. Bukan bersamaku, tentunya. Ada mahluk lain yang lebih manis dan lebih baik daripada aku---lelaki yang tidak jelas asal usulnya ini. Lelaki kere! Katamu.

Hujan berebut berjatuhan. Kian menderas. Menguras tandon gentong-gentong air yang lebih dari separuh tahun tersimpan di atap langit.

Aku mulai kehilangan sosokmu. Punggungmu yang semula masih tertangkap oleh sudut mata, lambat laun hanya merupa bayangan. Lalu lenyap ditelan kabut.

"Tamu di luar sudah menunggu tanda tangan Bapak," suara Amira, sekretarisku yang cantik dan bertubuh sintal itu membuyarkan lamunanku. Aku menatap sejenak lembaran kertas yang tergeletak di atas meja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline