Bag.4
Menunggu keputusan final dari Pengadilan Agama sungguh amat melelahkan sekaligus menghabiskan energinya. Fatimah harus wira-wiri, bolak-balik dengan berkas yang mulai lusuh di pelukannya.
Seperti pagi ini, ia sudah terbangun sejak dua jam yang lalu. Ia harus mempersiapkan semuanya sebelum pergi meninggalkan rumah.
"Hari sudah pagi, sayang. Waktunya bersiap-siap ke sekolah," perlahan Fatimah menyentuh pipi Nayla, putri sulungnya. Gadis cilik itu menggeliat sebentar lalu bergumam, "Ini kan hari Minggu, Ma.."
Astagfirullahaladzim, Fatimah menghela napas panjang. Sedemikian linglungnya aku, hingga lupa menghitung hari. Ia membatin malu.
"Mama tidak apa-apa?" Nayla membuka matanya yang masih mengantuk. Bocah perempuan itu tampak khawatir saat melihat wajah pucat ibunya.
Fatimah mengulurkan tangan, merapikan letak selimut dan mengelus punggung Nayla sembari berbisik, "Tidak apa-apa, sayang. Mama baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja..."
Sebuah kalimat penghiburan yang menenangkan, yang sesungguhnya--ia tujukan untuk dirinya sendiri.
***
Mobil menggerung sejenak. Lalu berhenti tidak jauh dari pintu pagar. Abi turun dengan langkah tergesa, menyeruak masuk ke dalam rumah menemui Fatimah yang baru saja keluar dari kamarnya.