Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Puisi | Ketika Rindu Berulah

Diperbarui: 10 Juli 2019   03:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pinterest.com

Ketika rindu berulah, senandung malam tak lebih dari sekadar igauan sunyi belaka. Meski bulan perawan sesorean telah berdandan memamerkan kemolekan dan keindahan tarian birahinya. Serta jajaran bintang tak henti berlomba mempersembahkan kerling paling menawan yang dimilikinya, rindu tetap saja sibuk berprasangka. 

Bahwa tanpa kepastian kapan ia dan tuannya dipertemukan, maka baginya dunia hanyalah reremahan dari keping-keping rasa hampa.

Ketika rindu sampai pada batas zona kesabarannya. Ia memilih berdiri di puncak gunung paling tinggi. Memunguti sepi yang berjatuhan di atas lembar pipi-pipi daun Mahoni. Membiarkan hypotermia membekukan perih di sekujur tubuhnya. Mempersilakan maut datang menjemput sebelum tiba waktunya.

Dan, ketika rindu memutuskan untuk kembali berulah. Tak perlu lagi saling melempar tanya. Siapa sesungguhnya di antara kita--aku atau kamu, yang paling bertanggungjawab atas kematian rindu.

***

Malang, 10 Juli 2019

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline