Aku melihat diriku terlontar begitu jauh. Seperti butiran debu yang dihempas oleh deru angin. Terpuruk di tengah padang luas nan dingin. Ditingkahi sekawanan sunyi dan carut marut segala ingin.
Aku sepi.
Dalam diam aku menyaksikan sekujur tubuhku mengejang. Terpasung simpul mati ketidakberdayaan. Sebagian hati terkikis sembilu ragu. Sebagian lagi terkungkung syak wasangka yang kebas membatu.
Mungkin benar. Sepertinya aku mulai terpesona tarian sepi yang kian meliar. Selayak menyaksikan beringasnya suku barbar. Jiwa pun terkapar, terbiar kaku di pusar labirin waktu. Tersesat di tengah belantara pikiran nan ricuh.
Dan. Nun jauh di sana. Di penghujung peraduan malam. Diam-diam kurelakan sepi menikahiku. Merenggut keperawanan hatiku. Hingga aku yakin. Bahwa aku tidak saja telah kehilangan harapan. Namun juga telah kehilangan nyaris seluruh kesempatan.
***
Malang, 11 April 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H