Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Puisi | Aku Menjumputi Rindu yang Tercecer di Atas Batu

Diperbarui: 12 Maret 2019   19:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: depoitphotos

Katamu, senja adalah sebaik-baik guru waktu, yang tak pernah bosan memberi pelajaran bagaimana sebaiknya rindu itu diperlakukan. Meski pada kenyataanya kita lebih sering memperlakukan rindu dengan semena-mena tanpa rasa iba tanpa belas kasihan.

Jika senja ini aku kembali memunguti rindu yang berceceran di atas batu, semoga engkau mau mengerti itu. Mengapa aku begitu. Jangan lantas engkau berpikir pintas. Bahwa aku sudah kehilangan nalar dan otak yang waras.  

Jika boleh aku menjelaskan. Mengapa aku berperilaku demikian. Memunguti rindu, memasukkannya ke dalam cawan-cawan berisi candu. Itu agar aku sejenak bisa melupakanmu. Juga jejak-jejak kenangan. Yang pernah kita titipkan pada sekumpulan awan dan pada sekawanan hujan.

Asal engkau tahu. Ketika engkau memilih pergi dari hidupku. Rindu yang kugenggam sempat kuhancur leburkan. Kupalu dan kuremuk redamkan. Hingga merupa serpihan-serpihan. Yang berserakan di atas pipi-pipi licin bebatuan.

Kini ketika bayanganmu kembali hadir. Membuatku terbangun dari mimpi yang nyaris melampaui batas titik nadir. Aku kembali menjumputi satu demi satu rindu, yang tercecer di atas batu. Lalu, aku ingin melemparkannya segera, sekuat tenaga, ke wajah beringas senja. 

Tentu saja. Setelah terlebih dahulu aku meludahinya. Dengan semburan bisa. Bercampur airmata.

Bah!

***

Malang, 12 Maret 2019

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline