Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cerpen | Luka Terindah Hawa untuk Adam

Diperbarui: 11 November 2018   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:juniorelders.co.ke

Adam terperangah. Ketika pagi itu melihat Hawa sibuk mengeluarkan beberapa perabotan dapur. Meletakkannya di halaman rumah.

Ketika ditanya untuk apa, istrinya itu menyahut riang, "Aku akan menghangatkan matahari."

"Menghangatkan matahari? Bukankah matahari memang sudah..." Adam menghentikan kalimatnya. Sebab ia melihat Hawa meletakkan jemarinya di ujung bibir.

"Ssst, tenanglah suamiku. Aku hanya kasihan melihat matahari. Semalam ia menggigil kedinginan," Hawa berkata dengan mata bergerak-gerak indah.

Adam pun tak mampu menyanggah. Ia terdiam cukup lama.

Baru saja Adam hendak pergi menuju kamar, ia melihat Hawa tergopoh-gopoh memasukkan kembali peralatan dapurnya.

"Aku senang matahari sudah tidak kedinginan lagi. Sekarang waktunya untuk merajut. Aku akan membuatkan selimut untuk angin agar ia tidak masuk angin." Hawa tersenyum ke arah suaminya. Sontak Adam menghentikan langkah. Ia ingin mengatakan sesuatu. Tapi urung.

Dari balik jendela kamar, Adam melihat. Hawa duduk di kursi malas sembari bersenandung. Gulungan benang rajut dibiarkannya kusut, berserakan di dekat kakinya.

Adam menarik nafas panjang. Ia mengeluh dalam hati. Sebenarnya istrinya itu sangat menawan. Kecantikannya luar biasa. Kulitnya putih bercahaya. Bibirnya mungil, merah bak delima merekah. Pipinya ranum. Matanya mengalahkan bintang kejora. Rambutnya hitam, lebat panjang terurai.

Dan masih banyak puja-puji lain yang patut disematkan kepada diri Hawa.

Namun, ah, Adam mendesah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline