Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cersil | [Bag.1] Pendekar Caping Maut

Diperbarui: 26 Desember 2020   04:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:www.idntimes.com

Perempuan cantik itu merangsek maju. Beberapa depa sebelum bertubrukan dengan pria bercaping, seseorang menarik lengannya hingga tubuhnya yang ramping melenting ke udara. Bersamaan itu gumpalan kabut pekat menguar di sekitar arena pertarungan.

Pendekar Caping Maut sontak melontarkan sumpah serapah. Ia sama sekali tidak menduga bahwa buruannya akan lolos lagi.

"Aku pasti akan menemukanmu Sri Kantil...!!!" suaranya yang serak menggema bagai lolong srigala. Merontokkan daun-daun cemara di tepi hutan lereng Gunung Bromo yang sunyi senyap.

"Jadi kau kehilangan jejak dia lagi, Pendekar Cacing?" Nini Surkanti tertawa terkekeh.

"Diam kau, Nini peot! Ini bukan urusanmu!" pria itu melepas capingnya. Lalu dengan sekali gerakan ia melempar benda terbuat dari anyaman bambu itu selayak memainkan senjata bumerang.

Tawa Nini Surkanti seketika terhenti. Tahu-tahu tubuhnya yang renta ambruk  mencium tanah. Kepalanya terpenggal. Menggelinding, terlepas dari lehernya.

***

Sri Kantil menyeka darah yang membasahi pelipis dan bawah hidungnya. Pipinya tampak membiru. Lebam di sana-sini.

"Kenapa kau tidak membiarkan aku mati? Untuk apa kau menolongku?" dengan napas terengah ia menatap sinis ke arah pemuda yang berdiri tidak jauh darinya.

"Sudahlah Sri. Jangan bicara soal kematian. Basuh dulu wajah cantikmu di sana. Itu ada sungai yang airnya cukup jernih. Kau bisa sekalian membersihkan tubuhmu yang tampak dekil itu," sosok yang diajak bicara itu tersenyum. Sri Kantil menendang sebuah kerikil. Kerikil itu melayang dan berputar-putar mendesing di udara. Lalu bergerak lurus menuju ke arah pemuda yang asyik bersandar pada sebatang pohon itu.

"Busyet! Galak sekali, kau Sri! Tapi aku suka!" pemuda itu tertawa renyah. Sri Kantil tampak semakin jengah. Kali ini bukan lagi kerikil yang ditendangnya. Melainkan sebatang pohon yang tumbang. Tendangan yang disertai tenaga dalam membuat batang pohon itu melayang dengan kecepatan luar biasa. Dan lagi-lagi mengarah menuju pemuda itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline