Entah siapa yang memulai semua ini. Tahu-tahu kegaduhan di langit begitu saja terjadi. Ketika kupu-kupu bersayap biru terbang menuju awan. Membawa serta lembaran puisi gubahan pujangga yang mengaku kesepian.
Bintang-bintang riuh rampak menabuh genderang. Planet-planet menggelar konser paduan suara. Meteor melesat wira-wiri menyemburkan cahaya. Sementara bulan sibuk menghafal syair lagu dan dialog opera.
Kupu-kupu terbang kian meninggi ke angkasa. Lembar puisi di punggung tersibak angin tanpa sengaja. Kunang-kunang yang terperangkap di ujung malam gegas mencuri baca. Terbata-bata ia mengeja kata demi kata.
Aku mengutus kupu-kupu tuk mencari perempuan bergaun bulan
Yang pada matanya terbias tempias hujan
Pada sayap kupu-kupu tlah kulukis sketsa rindu
juga bola api yang tlah kujerang dari perapian
Barangkali saja ia yang kucari bersembunyi di sela-sela galaksi
atau tengah disandera oleh sekumpulan rasi-rasi
Kuharap kupu-kupu segera menemukannya
menjemputnya dan membawanya pulang menuju hati
Kegaduhan di langit kian menjadi-jadi. Bintang-bintang tak lagi menabuh genderang. Mereka memutuskan menggelar tari perang. Venus, Saturnus dan Mars bernyanyi dengan tampang garang. Meteor mengubah cahayanya menjadi sembur naga. Dan bulan bermain opera selayak serigala terluka.
Sementara. Di bumi pujangga yang merindu membisu di ruang kosong nan gelap. Di kepalanya kupu-kupu bersayap biru hinggap dan tertidur lelap.
***
Malang, 31 Agustus 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H