Masih ingat kisah Sarpakenaka yang njlungup akibat terlalu bernafsu ingin memeluk Laksmana?
Baiklah. Mari kita intip sejenak ke hutan Dandaka. Hutan di mana Rama dan Laksmana bertemu mahluk jejadian itu.
Masih krugel-krugel Sarpakenaka berusaha bangun dari jatuhnya. Ia pura-pura merintih kesakitan. Berharap salah satu dari dua ksatria bagus yang tengah berdiri gagah di hadapannya itu akan menolongnya.
Benarlah. Rama yang berhati lembut seketika jatuh iba. Ia maju beberapa langkah, bersiap mengulurkan tangan untuk memberi bantuan. Tapi Laksmana menghadangnya.
"Kakanda. Jangan terkecoh. Dia bukan seorang putri. Dia raseksi yang menyamar!"
Demi mendengar seruan adik tirinya itu Rama kembali mundur. Urung menolong Sarpakenaka yang masih menelungkup di atas tanah.
"Sudahlah mahluk jelek. Tunjukkan wujud aslimu. Di hadapanku kau tidak bisa menipu!" Laksmana berkacak pinggang. Ia sama sekali tidak mau mendekat karena bau amis yang menguar dari tubuh raseksi itu sangat menyengat.
Tentu saja Sarpakenaka merasa sangat malu dan sakit hati sebab kedoknya berasil ditelanjangi oleh Laksmana. Sambil menggeram ia melompat bangun. Dihunusnya keris yang tersembunyi di balik kembennya. Ia menyeruduk maju. Siap menghujam dada Laksmana.
Tapi Laksmana adalah ksatria jelmaan dewa. Tentu saja ia sakti mandraguna. Dan ia sudah sering menghadapi kejadian-kejadian tak terduga seperti ini.
Sebagai titisan dewa ia memang mendapat mandat untuk melindungi Rama. Wajib baginya pasang badan jika ada yang berniat mengganggu atau mencelakai kakaknya itu.
Sekali tepis keris Sarpakenaka yang mengarah lurus ke arah dadanya terlontar jatuh. Bahkan tangan Sarpakenaka sempat terkena kibasannya. Tangan raseksi itu merasa kebas dan kesemutan akibat tenaga dalam yang dikerahkan oleh Laksmana.