"Tuhan, jika cintaku kepada Shinta terlarang. Kenapa Kau bangun begitu megah rasa itu di hatiku?" (Sujiwo Tejo)
Rahwana. Ia hanya mencintai satu perempuan. Dewi Setyawati. Tidak ada yang lain. Sebelum angin terlanjur mengembuskan rumor buruk tentang dirinya, konon ia adalah pemilik cinta sejati. Ia pemuja satu kekasih.
Sampai takdir mencemburuinya dan merenggut Dewi Setyawati dari sisinya.
Kau pernah melihat sebatang pohon yang tumbuh subur di atas batu cadas yang tercabut dari akarnya? Seperti itulah hati Rahwana saat kehilangan Dewi Setyawati. Perih. Tercabik. Ingin rasanya saat itu juga ia ikut mati.
Lama nian laki-laki perkasa penguasa Alengka Raya itu menutup hati. Mengabaikan segala perasaan yang berhubungan dengan perempuan. Meski andai ia mau mudah sekali mencari pengganti sosok permaisurinya itu. Dengan tinggal menunjuk jari.
Rahwana seorang raja. Ia punya kuasa. Apa yang tidak bisa lakukan oleh seorang penguasa?
Tapi lihatlah. Rahwana tidak melakukan aji mumpung itu. Rahwana tetaplah Rahwana, lelaki yang bertekuk lutut di bawah kebesaran cinta.
Sungguh, cinta memang sedasyat itu. Ia memiliki kekuatan di luar nalar manusia. Kehadiran dan kepergiannya mampu mengubah peringai seseorang.
Apakah kehilangan atas Dewi Setyawati membuat Rahwana patah hati?
Mungkin.