Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cerpen | Penulis, Sakit dan Angsa-angsa

Diperbarui: 16 April 2018   05:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : www.pinterest.com

Penulis itu sudah berjanji kepada kekasihnya. Bahwa ia akan tidur selama dua tiga hari ini. Katanya, ia ingin membayar hutang untuk waktu yang selama ini dipinjamnya--waktu yang dihabiskannya hanya untuk menulis hingga ia mengabaikan kesehatanya.

Ia jatuh sakit karena kurang minum. Sebab setiap kali hendak menuang segelas air putih atau secangkir kopi, ide menulis menariknya kuat-kuat. Membuatnya berlari kembali ke kamarnya, duduk manis menghadapi laptop tuanya dan melupakan tenggorokannya yang kering.

Ia juga jarang makan. Tubuhnya kian ramping. Semirip lembar triplek yang mudah tertiup angin.

Soal jarang makan, bukan berarti ia tidak memiliki stok makanan. Bukan. Bukan karena itu. Ia hanya keasyikan jika kadung menarikan jemarinya. Baginya semakin banyak ia menulis, ia merasakan perutnya semakin kenyang. 

Sekarang penulis itu telah merasakan akibatnya. Ia jatuh sakit. Meringkuk tak berdaya di atas ranjangnya. Tubuhnya panas dingin. Ditemani laptop tuanya yang sengaja dibiarkan menyala.

"Benar kau akan tidur selama dua tiga hari ini?" tanya angsa-angsa yang tiba-tiba saja muncul dari kepalanya. Angsa-angsa itu bersuara gaduh. Membuat ia susah memejam mata. Dengan mata berat dan berair, ia menatap angsa-angsa yang bersliweran itu. 

"Kau harusnya mengabaikan angsa-angsa itu!" mata kirinya memprotes keras. Sementara mata kanannya meriyip-riyip lelah.

Ia kembali menutup kelopak matanya. Mencoba bersikap adil. Bagaimanapun juga ia tidak ingin dituduh sebagai manusia terkejam di dunia. Manusia yang tega menganiaya dirinya sendiri dengan mengabaikan kesehatannya.

Tapi angsa-angsa itu tak bisa diusir begitu saja dari pikirannya. Mereka bahkan bertindak semakin vulgar, menari-menari dengan gerakan erotis sembari melantunkan lagu masa kecil yang sangat digemarinya. Lagu Potong Bebek Angsa.

"Tutup telingamu dengan bantal! Jangan hiraukan angsa-anga itu. Ingat, sore tadi kau sudah berjanji kepada kekasihmu untuk..." kali ini protes dari kedua telinganya mengiang. Mendadak kedua daun kupingnya terasa panas. Ia memiringkan sedikit kepalanya. Pening. 

Ia pun memutuskan untuk mengikuti kata-kata telinga yang sepertinya amat kesal dengan kebebalannya. Diraihnya bantal. Ditenggelamkannya wajahnya dalam-dalam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline