Dikisahkan, suatu ketika Guru Durna sedang memberi pelajaran memanah kepada para muridnya, Pandawa dan Kurawa. Dari jauh seorang pemuda dari golongan kasta rendah bernama Bambang Ekalaya tengah mengawasi mereka. Pemuda itu takjub akan kehebatan sang Guru Durna. Ia ingin sekali belajar memanah kepadanya. Tetapi ia paham. Tidak mungkin Guru Durna berkenan menerimanya sebagai murid. Karena selama ini sudah menjadi rahasia umum, sang Resi hanya mau mengajar siswa dari golongan kasta bangsawan.
Bambang Ekalaya akhirnya hanya bisa mundur teratur. Menatap semuanya dari kejauhan. Dan juga terpaksa menyimpan keinginannya dalam hati.
Akan halnya Guru Durna, dalam membimbing anak didiknya, ia adalah seorang pengajar yang pilih kasih. Suka membeda-bedakan. Saat itu ia cenderung menganakemaskan Arjuna ketimbang terhadap murid-muridnya yang lain.
Mengapa Guru Durna berlaku demikian? Tak lain dan dan tak bukan karena Arjuna adalah sosok pemuda cerdas, yang cepat tanggap menyerap ilmu yang diajarkan.
Saking sayangnya terhadap Arjuna, Guru Durna tak segan mewariskan panah Sangkali, pusaka sakti yang dimiliknya. Ia berharap Arjuna menjadi satu-satunya ksatria dari Kurusetra yang tidak terkalahkan. Yang kelak bisa diandalkan saat terjun ke kancah peperangan.
Tentu saja perlakuan pilih kasih sang guru sedikit banyak membuat Arjuna tumbuh menjadi pemuda manja dan agak besar kepala.
Sementara nun jauh di sana, Bambang Ekalaya, sekalipun tidak bisa menjadi murid Guru Durna, ia tidak putus harapan. Pemuda itu tetap belajar memanah dengan caranya sendiri.
Untuk memacu semangatnya, Bambang Ekalaya menciptakan patung yang serupa dengan sosok guru idolanya. Dan patung itu selalu dibawanya ke mana pun ia pergi. Juga diletakkan tak jauh darinya saat ia sedang berlatih memanah.
Karena kegigihannya itu, Bambang Ekalaya berhasil menjadi seorang pemanah ulung. Kemahirannya bahkan sepadan dengan Arjuna.
Suatu hari ketika Bambang Ekalaya sedang berlatih memanah di tepi hutan, melintas seekor anjing yang tiba-tiba hendak menyerangnya. Serta merta Bambang Ekalaya melesatkan anak panah di tangannya. Ia melepas sebanyak tujuh buah anak panah. Dan semua anak panah itu tepat menancap pada mulut sang anjing tanpa satu pun yang meleset dari sasaran.
Kejadian tersebut diketahui oleh Guru Durna dan para muridnya. Termasuk Arjuna. Mereka kebetulan sedang melintas di sekitar hutan.