Di persimpangan jalan
kisah merupa anai-anai
merayap senyap di keraguan
Langkah kian terpuruk
Tunggu!
sekalipun seruku tak Kau dengar
sekalipun waktu-Mu enggan berhenti
Aku masih menimang asa
kuingin terus berlari, mengejar-Mu
Mengeja aksara demi aksara takdir Muallaq-Mu
Berembus angin ke selatan
menyongsong tibanya satu musim
musim di mana jiwa-jiwa lelah suntuk merajuk
ingin terlelap
tidur
dalam dekap peluk angin yang dingin
Asa dan dosa berlarian
berkejaran di atas pematang batang usia
kubiarkan
lantas siapa di antaramu yang lebih dulu
menyentuh pucuk reranting kalbu?
Matahari berwajah murung
bulan menangis di pangkuan tahun
isakku sunyi
air mataku kembali mencicip sepi
Tetap saja ada yang harus pamit pergi
meski tak kuasa ucapkan selamat tinggal
pada senja-Mu yang merona saga
pada malam-Mu yang menjurit kelam
Terima kasih... ucap bumi pada langit
terima kasih...bisik langit pada bumi
Malam dan siang saling berpandangan, bertukar senyum
Tak perlu kuhirau lagi
asa dan dosa yang masih berkejaran
biar saja
biar saja mereka menemukan sendiri
jawaban atas beribu pertanyaan
***
Malang, 06 Februari 2018
Lilik Fatimah Azzahra