Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cerpen | Ojung, Ketika Tiba Giliranku

Diperbarui: 6 November 2024   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber :29 best Carpathy Facebook Image/www.pinterest.com

Pada ritual Ojung tahun lalu, kakakku Suleman mendapat giliran berlaga. Ia melawan Datuki, anak juragan tanah yang terkenal di desa kami. Saat itu kakakku kalah telak. Seluruh tubuhnya dipenuhi bilur-bilur disertai kucuran darah akibat sabetan rotan Datuki. Ibu sempat menangis ketika mengompres luka-lukanya.

"Tahun depan giliranmu, Rahmat. Kau harus menang!" Ayah berseru padaku. Ia tampak paling terpukul menyaksikan kekalahan kakakku.

"Sudahlah, Pak. Jangan paksa anak-anakmu mengikuti ritual mengerikan itu. Lihatlah ini. Tubuh Suleman dipenuhi oleh luka-luka yang mengerikan," Ibu berusaha membujuk hati Ayah.

"Kau harus mempersiapkan diri baik-baik, Rahmat. Bapak berharap tahun depan adalah tahun keberuntunganmu," Ayah seolah tidak menggubris kata-kata Ibu. Ia tetap bergeming pada ambisinya. 

***

Hitungan kalender sudah memasuki bulan  Rebbe. Sebentar lagi ritual Ojung akan digelar. Seperti permintaan Ayah, kali ini aku yang harus maju ke arena laga. Ayah sudah mendaftarkanku ke sesepuh adat setempat. Dan aku sengaja dipasangkan dengan Padil, anak juragan tanah yang sudah lama menjadi musuh bebuyutan Ayah.

"Tidak adakah lawan yang seimbang untukku? Padil terlalu kecil buatku. Aku tidak tega jika harus melecutkan rotan ke arah tubuhnya," aku memprotes paduan lawan yang sangat tidak seimbang, sebelum ritual Ojung dilaksanakan. 

"Ini permintaan Ayahmu, Mat. Dan juga sudah disepakati oleh juragan tanah itu. Lagi pula jangan menyepelekan Padil. Meski masih muda ia sudah dilatih cukup matang untuk menghadapimu," sesepuh yang mengurusi upacara Ojung menjelaskan padaku.

Aku terpaksa menerima keputusan itu. Meski tidak sepenuh hati.

Tetabuhan mulai dibunyikan sebagai pertanda upacara Ojung akan segera dimulai. Ayah sudah mengolesi seluruh tubuhku dengan minyak kelapa, membuat  otot-otot kekarku tampak menonjol dan mengkilap.

Sementara di sebelah sana, Padil juga tengah dirubung oleh beberapa orang. Bahkan ia mendapat semburan air garam beberapa kali dari mulut Ayahnya, sang juragan tanah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline