Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Sajak Kecil untuk Lelaki yang Berdiri di Tepi Kanal

Diperbarui: 15 Desember 2017   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : Always And Everywhere In Touch/ www.shutterstock.com

Selamat pagi. Apakah kau masih di sana, berdiri di tepi kanal bersama si kecil kesayangan? "Ya," jawabmu terseling desau angin."Di kanal ini aku bisa menyaksikan keceriaan si kecil, sembari menikmati pisang rebus kesukaan." Aku tersenyum. Aku tahu wajahmu yang manis berseri saat menulis dan mengirimkan pesan indah itu untukku.

Selamat siang. Sudahkah kau rehat barang sejenak tuk mengisi perut kosongmu? Di antara riuh rendah kesibukan, kau tidak boleh lalai memperhatikan kesehatan. "Ya. Aku baru saja melakukan brunch."  Oh, tentu saja aku senang. Aku ingin kau lebih banyak mengirim pesan untukku. Menceritakan banyak hal tentang makan siang, tentang penjual pisang rebus di tepi kanal, tentang si kecil yang tingginya nyaris melewatimu. Tentang apa saja yang membuatku merasa ikut bahagia.

Selamat petang. Apakah kau sudah tiba di rumah dengan selamat? "Ya, aku baru saja sampai. Tapi aku belum mandi," tulismu teriring emoticonsenyum. Aku pun ikut tersenyum. Tiada masalah kau sudah mandi atau belum. Yang kutahu---aroma hatimu selalu jauh lebih harum.

Selamat malam. Apakah si kecil sudah lelap dalam pelukmu? "Ya. Ia baru saja naik ke peraduan. Setelah seharian bocah kesayangan itu menjajahku. Sungguh, ia tidak memberiku kesempatan duduk tenang. Usai mengacak-acak seisi kamar, ia membawaku berlari mengelilingi taman. Lalu memintaku menemaninya menikmati semangkuk es krim rasa durian." Kali ini kau mengirim emoticon tertawa. Tentu saja aku ikut tertawa. Meski aku tidak bisa menyaksikan dan melihat secara nyata, tapi aku bisa merasakan---kalian berdua adalah Ayah dan anak yang saling menyayangi.

Selamat tinggal. Apakah kau masih suka berdiri di tepi kanal sembari mengenangku? Mengenang perempuan biasa yang sangat mencintaimu. Perempuan yang suka membangunkanmu di tengah malam. Yang sering menangis karena cemburu. Yang kerap membuatmu marah dan kesal. Yang tak pernah bosan berkisah tentang senja berselimut awan. Yang kali ini kalah--- oleh perasaannya sendiri. 

Selamat jalan. Apakah kau masih menyayangiku? "Aku tahu kau memiliki  Liang Sim. Jadi untuk apa masih mempertanyakan isi hatiku?" bisikmu sayup-sayup terbias deru angin. 

Di penghujung persimpangan, waktuku terhenti.

***

Malang, 15 Desember 2017

Lilik Fatimah Azzahra




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline