Dewi Windradi menangkup erat benda mungil berbentuk segi lima itu di tangannya. Perlahan ia membuka tutupnya yang berhiaskan ukiran. Bibirnya mengulum senyum. Dari dalam benda kecil itu ia bisa melihat kembali suasana Kahyangan, tempat dirinya tinggal sebelum ini---sebelum ia menikah dengan Resi Gotama.
Dewi Windradi masih belum melepas senyum begitu melihat sosok Bhatara Surya---dari dalam cupu itu, tengah duduk menyendiri, bersandar di bawah pohon ara.
Masih seperti dulu, Bhatara Surya masih terlihat tampan dengan wajah bersih bersinar.
Tiba-tiba Dewi Windradi terkenang masa indah itu.
"Dinda Dewi, sebagai bukti tresna-ku padamu, kuhadiahkan Cupu Manik ini untukmu. Tapi dengan syarat, hanya Dinda Dewi yang boleh melihat dan menyimpannya," suara Bhatara Surya kembali terngiang. Dewi Windradi merasakan debar itu kembali. Debar jantung tak menentu ketika tangan lembut sang Bhatara menyentuh kedua pipinya. Dengan wajah masih merona disanggupinya pesan itu. Ia berjanji akan menyimpan baik-baik benda pemberian sang dewa terkasih tanpa pernah memperlihatkan kepada siapa pun, termasuk kepada suaminya sendiri, Resi Gotama.
"Bunda!" teriakan keras membuatnya tersadar dari lamunan dan menutup kembali Cupu Manik di tangannya. Agak terburu ia memasukkan benda kenang-kenangan itu ke balik kembennya. Tapi terlambat. Anjani sudah terlanjur melihatnya.
"Bunda, benda apakah itu?" Anjani mendekat. Matanya tak lepas mengawasi kemben Ibunya yang agak kedodoran. Dewi Windradi tidak berkutik. Ia terpaksa mengeluarkan kembali Cupu Manik dan memperlihatkannya kepada Anjani.
"Oh! Benda ini sangat cantik sekali. Dari mana Bunda mendapatkannya?" Anjani menatap Ibunya takjub. Dewi Windradi tidak berani menjawab. Wajahnya terlihat gugup.
"Kau ingin memilikinya, Anjani? Ambillah," tanpa pikir panjang Dewi Windradi menyerahkan Cupu Manik itu ke tangan Anjani. Anjani pun berseru girang.
Kini benda pemberian Bhatara Surya sudah berpindah tangan.
Tanpa sadar Dewi Windradi telah menyalahi janji.