Gubraaak! Terjatuh dari tempat tidur membuyarkan mimpi seram tentang sosok Bogart. Tak ada lagi penyihir hitam bermata api. Tak ada pula seringai jahat. Yang ada sinar matahari, hangat menyelinap masuk ke dalam kamarku.
Kiranya hari sudah pagi. Sudah waktunya untuk beraktifitas lagi. Aku merapikan buku-buku yang semalam kubiarkan tercecer, memasukkannya ke dalam tas kerja dengan agak terburu.
Semua perlatan sudah beres. Tinggal membersihkan diri. Aku mengayun langkah meraih handuk yang tersampir di belakang pintu.
Tapi benarkah semua sudah beres? Aku urung melangkah. Berdiri mematung beberapa saat di ambang pintu. Berusaha mengingat-ingat sesuatu.
Yup, ternyata ada yang terlupa. Kotak kecil berwarna biru lembut belum masuk ke dalam tasku. Sejenak mataku beralih, sibuk menyapu sekeliling ruangan mencari keberadaan benda itu. Tapi hingga beberapa menit, aku tidak juga menemukannya.
Kukira ini pagi yang sangat buruk sebab aku kehilangan kotak berisi pensil warisan Kakekku.
***
"Selamat pagi, anak-anak!" aku menyapa murung murid-muridku yang sudah duduk rapi di dalam kelas. Aku terlambat beberapa menit gara-gara sibuk mencari barangku yang hilang.
"Selamat pagi, Miss. Liz!"
"Adakah yang absen tidak masuk hari ini?"
"Ada Miss. Dirga!" Renata berdiri dari bangkunya. Lalu bocah yang dipilih menjadi ketua kelas oleh temn-temannya itu maju menyodorkan buku daftar hadir ke hadapanku.