Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cerpen | Lelaki dalam Gelas

Diperbarui: 27 Maret 2017   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi.

Kulihat lagi dia. Lelaki itu. Ia meringkuk di dalam gelas minumku. Posisinya tengkurap dengan kedua kaki ditekuk seperti pemain akrobat. Dan seperti biasa, ia menyembunyikan wajahnya dalam-dalam. Rambutnya yang gondrong dibiarkan acak-acakan.

"Pagi..." aku menegurnya riang. Tak ada sahutan. Ia hanya menggerakkan punggungnya sedikit.

"Bagaimana tidurmu semalam? Nyenyakkah?" lanjutku seraya mengintip wajahnya. Masih tak ada jawaban. Aku mulai kesal. Hampir setiap hari aku menegurnya, mengucapkan selamat pagi, good morning, say hello, apa kabar, hai, heu-heu, tapi sama sekali ia tidak merespon. Tetap bungkam dan bertahan pada posisi semula. Memunggungiku.

Sudah lebih dari satu pekan lelaki itu berada di situ, di dalam gelas minumku. Entah apa yang dilakukannya. Mungkin ia tengah bersemedi, melakuan tapa brata. Atau bisa jadi tengah bersembunyi dari sesuatu. Dari kejaran debt collector, misalnya. Ah, entahlah.

Aku masih menatap kesal gelas minum berisi lelaki itu. Tiba-tiba saja timbul rasa isengku. Kuambil sebuah garpu lalu kutusukkan berkali-kali pada punggungnya. Nah! Ada gerakan, sedikit. Ia menggelinjang. Kegelian. Biarin. Rasakan. 

Aku mengulanginya lagi. Tapi kali ini lelaki itu mampu bertahan. Ia tak bergerak sama sekali.

Aku tidak kehilangan akal. Kuraih toples berisi kopi dan gula di atas meja. Kutaburkan serbuk hitam putih itu sedikit demi sedikit di atas tubuhnya. Aha, berhasil! Haaatsyiii...!!! Ia mulai bersin-bersin. Tapi hanya sebentar. Kemudian tak ada suara lagi.

Hmm, aku tahu apa yang mesti kulakukan. Kali ini lelaki itu pasti tak akan bisa bertahan.

Kuambil termos berisi air panas. Kukucurkan isinya perlahan di atas punggungnya yang kekar. Nah, ia mulai bereaksi. Tubuh itu bergerak-gerak, kepanasan, lalu perlahan mengambang dan menguap bersama kepul kopi yang beraroma wangi.

Hohoho, lelaki dalam gelas itu kini tak lagi bisa sembunyi. Ia sudah berdiri tegak meski punggungnya masih membelakangiku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline