Ceritakan saja pada malam. Kisah seorang perempuan berambut perdu. Rambut yang tidak lurus juga tidak keriting, yang pada ujungnya berkelopak-kelopak, berwarna-warni, dan ketika kau memandangnya, bibirmu tersenyum, matamu berbinar, lalu kau ingin memetiknya, mencium aromanya, tapi sebisa mungkin kau tahan.
Ceritakan saja. Tak usah ragu. Perempuan berambut perdu akan senang sekali. Sebab ia merasa masih ada yang peduli dan memperhatikannya. Meski kau--- hanya seonggok sampah yang dirubung lalat-lalat berkepala helm tentara. Ceritakan saja.
Sebab ia, perempuan berambut perdu itu teramat sangat kesepian. Ia butuh teman yang bukan sekadar teman. Dan ia telah menjatuhkan pilihannya padamu.
Coba kau tanyakan padanya, awal mula ia memiliki rambut seunik itu. Apakah Ayah atau Ibunya juga berambut demikian? Pasti ia akan tertawa. Menggantung jawaban. Begitulah cara ia menutupi ketidaktahuan akan asal-usulnya.
Bagaimana kalau kau tanyakan saja berapa jumlah helai rambut perdunya? Ia pasti akan bersemangat, menarik tanganmu dengan gegas dan mengajakmu duduk berhimpit di beranda. Lalu memintamu untuk membantunya mengitung helai demi helai rambut di kepalanya. Pada hitungan ke seribu sekian, bibirmu akan lelah, matamu mengantuk, dan kau tertidur pulas di atas balai-balai hingga malam usai.
Ketika kau terbangun esok hari, kau pasti lupa, jumlah helai rambut perempuan yang semalam mengajakmu begadang.
"Jadi berapa rambut yang telah kauhitung semalam?" ia bertanya padamu.
"Maaf aku lupa mencatatnya," jawabmu malu-malu. Serta merta ia akan mengajakmu menghitung ulang helai demi helai rambut perdunya. Tentu saja kau tak akan sampai hati untuk menolak. Meski kau jenuh.
Karena sekarang ia adalah teman baikmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H