Bicara masalah passion, masing-masing orang tentu memiliki passion berbeda. Contohnya saya. Sejak kecil saya suka seni. Seni yang berhubungan dengan jiwa keperempuanan tentunya. Saya suka memasak, merias dan menulis. Waduh, jadi mana nih sebenarnya passion yang paling menonjol pada diri saya?
Dunia memasak tentu setiap hari sudah saya lakukan untuk keluarga. Dunia merias? Nah, ini dia. Saya menekuni dunia tata rias sudah lebih dari 15 tahun. Semenjak anak-anak saya masih kecil. Semula hanya sebagai hobi, mengisi waktu senggang karena saya tidak bekerja di luar rumah alias sebagai ibu rumah tangga biasa. Tapi seiring dengan perputaran waktu dan perjalanan takdir, passion yang semula saya geluti hanya sebagai keisengan belaka, nyatanya berubah menjadi tumpuan harapan keluarga. Ya, ternyata dari sekedar hobi, bisa menghasilkan pundi-pundi untuk beaya hidup sehari-hari plus beaya sekolah anak-anak saya.
Teringat saat pertama kali menggeluti dunia merias ini. Sekitar tahun 2000-an saya meminta izin kepada suami untuk mengikuti kursus tata rias rambut dan wajah. Sekedar mengisi kejenuhan, demikian alasan saya. Bersyukur kala itu suami mendukung. Maka jadilah saya setiap sore keluar rumah menuju tempat kursus yang letaknya lumayan jauh dari kediaman saya.
Saya meninggalkan anak-anak yang masih kecil-kecil untuk belajar selama beberapa jam dalam sehari. Meski pikiran kadang masih suka tertinggal di rumah, saya mencoba fokus. Saya yang pada dasarnya sudah memiliki basic tata rias rambut dan rias wajah, tidak kesulitan mengikuti bahan ajar yang disampaikan tutor saya.
Alhamdulillah semua berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita saya.
Kursus selama 6 bulan saya kira belumlah cukup. Tapi saya harus kembali kepada tugas utama sebagai seorang ibu. Anak-anak lebih membutuhkan saya. Jadilah saya berkutat menjadi ibu rumah tangga lagi.
Pada dasarnya saya ini termasuk orang yang tidak suka berdiam diri. Sembari momong bocah, saya terus melatih keterampilan saya. Meski apa yang saya lakukan itu secara sembunyi-sembunyi. Takut dimarahi suami.
Saya masih ingat, siapa-siapa yang saya rias pertama kali. Hanya tetangga dekat kanan kiri dan sanak saudara. Selebihnya saya tidak berani menerima tawaran jauh-jauh dari rumah saya. demi menghormati larangan suami.
Kemudian, Allah menguji kehidupan saya. DijadikanNya saya seorang single mom. Yang mau tidak mau mesti memikul tanggung jawab ekonomi keluarga. Sementara tidak mungkin saya bekerja di luar rumah meninggalkan anak-anak.
Maka saya mengandalkan kemampuan yang saya miliki. Meski sempat ketar-ketir, namun semua saya jalani dengan penuh rasa syukur. Saya membebaskan jiwa saya untuk melangkah menekuni apa yang sudah saya pilih. Ternyata apa yang selama ini hanya sebagai hobi, mampu menyelamatkan kehidupan saya dan anak-anak. Subhanallah.
Jatuh bangun saya kira semua orang juga pernah merasakan dan mengalami. Jadi tidak perlu mengeluhkan soal itu lagi. Semua telah terlewati. Yang paling penting tetap berjuang mengembangkan apa yang sudah kita miliki dengan sepenuh hati dan ikhlas.