Katur dumateng Pak Jati,
Seiring dengan alunan gending Asmaradhana, saya berharap bisa menulis surat lagi untuk Pak Jati. Surat saya yang terdahulu, yang saya tulis berabad-abad yang lalu pada secarik daun lontar, nyatanya tak pernah sampai.
Saya masih ingat betul kapan menulis surat itu.
Bertepatan dengan satu tahun umur Jabang Tetuka atau Gatutkaca yang terlahir dari rahim Dewi Arimbi. Di mana Arjuna tengah bertapa untuk mendapatkan petunjuk dari dewa agar bisa memotong tali pusar sang Jabang Tetuka.
Saat itulah saya merangkai kata demi kata.
Pak Jati mugi pinaring rahayu slamet.
Surat yang seharusnya sudah panjenengan terima, ternyata mengalami kendala. Di tengah perjalanan menuju Keprabon, merpati pos utusan saya terpaksa berbalik arah.
Telah terjadi peperangan antara Sri Rama dan Rahwana.
Menurut penuturan sang merpati, Pak Jati tengah ikut bergabung sebagai wadyabala Hanoman si kera putih untuk membantu Sri Rama dalam lakon Ramayana.
Terpaksa saya menyimpan surat itu kembali dan menyelipkannya di sela-sela lumbung padi.
Kini abad telah berganti. Tiba-tiba saya mendengar kabar bahwa ada sosok misterius yang tengah melakukan tapabrata di kawah Gunung Kemukus. Saya yakin, sosok itu pasti Pak Jati.