Lihat ke Halaman Asli

Momentum Tepat Deklarasi Wisata Syariah Indonesia sebagai Pusat Wisata Syariah Dunia

Diperbarui: 26 Februari 2017   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kabar baik datang dari sektor wisata, khusunya wisata syariah dari 12 kontestan yang mewakili Indonesia  dalam ajang kompetisi pariwisata halal skala global bertajuk World Halal Tourism Award (WHTA) 2016, semuanya memenangkan penghargaan. "12 penghargaan dari World Halal Tourism Awards untuk Bangsa Pemenang," ujar Menteri Pariwisata Republik Indonesia Arief Yahya.

Menjadi awal yang baik dan momentum yang tepat bagi Indonesia khususnya bagi Tim Percepatan dan Pengembangan Wisata Halal yang diketuai oleh Riyanto Sofyan, untuk mendeklasarasikan dan terus menggaungkan Indonesia sebagai pusat wisata syariah dunia. 12 penghargaan dari WHTA adalah sebuah prestasi yang luar biasa dan sekaligus menambah keyakinan kita untuk “ujuk gigi” di kancah wisata dunia dan berlomba menarik simpati wisatawan dunia, tidak hanya wisatawan muslim, untuk singgah menikmati berbagai suguhan wisata khas Indonesia.

Memang benar jikalau kita melihat progres sektor wisata dewasa ini, dimana kebutuhan wisata syariah diperkirakan akan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun yang puncaknya diperkirakan pada tahun 2020, global muslim traveler (wisatawan muslim mancanegara) diharapkan mencapai 150 juta jiwa, dengan volume pasar sekitar US$ 200 miliar dengan segmen halal diharapkan naik mencapai 20%.

Kalau boleh, sedikit mengulas data pada tahun 2014, tercatat 108 juta orang masyarakat muslim melakukan perjalanan dengan tujuan wisata ke seluruh dunia dan menghabiskan total US$ 145 miliar, di tahun 2015 Global Muslim Travel Index (GMTI) mengungkapkan fakta Global Muslim Traveller memiliki kecendrungan wisata, tidak tangung-tanggung angka yang teracatat luar biasa besar dimana angka belanja wisata muslim dunia mencapai angka 11% dari wisatawan global (seluruh dunia) atau sebesar US$ 140 miliar diluar umroh dan haji yang hanya berkisar sekitar US$ 17 miliar, (sumber di olah dari www.crescentrating.com).

Wisatawan muslim Indonesia memiliki total belanja terbesar ke-6, yaitu sebesar US$ 7,2 miliar setelah Saudi Arabia, Iran, UAE, Qatar dan Kuwait. Dan ini sangat berpengaruh terhadap pemasukan devisa negara yaitu sebesar US$ 10,05 miliar dari seluruh wisman yang masuk ke Indonesia pada tahun 2013. Selain itu, fakta mencatat total belanja Global Muslim Traveller(GMT) pada tahun yang sama, yaitu sebesar US$ 140 miliar dan Indonesia baru mampu meraih peluang ini hanya sebesar 1,2 % dari GMT tersebut atau sekitar US$ 1,73 miliar. Ini artinya, dengan 1,2 % saja dari belanja wisatawan mancanegara (wisman) muslim global, sudah bisa menyumbangkan 17,2 % dari total devisa seluruh wisman yang masuk ke Indonesia. Dengan kata lain, data diatas menunjukan potensi wisata syariah sebagai sarana menangkap peluang tingginya kebutuhan wisatawan muslim mancanegara untuk berwisata. Selain itu, wisata syariah akan menjadi sektor industri penambah devisa negara yang diperhitungkan serta mendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi indonesia yang masih di angka 5,02% pada tahun 2016.

Sekali lagi, fenomena diatas menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia sebagai negara dengan poulasi muslim terbesar di dunia kurang lebih 88% atau ±224,4 juta jiwa dari perkiraan ±255 juta jiwa penduduk pada tahun 2016. Selain itu, Indonesia dianugerahi budaya dan bahasa yang beragam dan memiliki ±17.504 Pulau dengan keindahan alamnya yang khas dan keberagaman objek wisatanya yang menjadi keunikan dan daya tarik bagi wisatawan mancanegara (wisman). Ragam objek wisata potensial di Indonesia diantaranya adalah: a) wisata alam, b) wisata petualangan, c) wisata bahari, d) wisata sejarah, e) wisata ziarah, f) wisata agama, g) wisata agro, h) wisata pendidikan, i) wisata belanja, j) wisata danau, k) wisata taman nasional, l) wisata taman air, m) wisata travel, n) wisata industeri syariah dan o) wisata kuliner dan jajanan.

pertanyaanya selanjutnya, apa itu wisata syariah? adakah daerah yang udah mengimplentasikannya? Wisata syariah atau biasa dikenal halal tourism adalah internalisasi prinsip-prinsip syariah kedalam sektor wisata sehingga selaras dengan tujuan dibentuknya hukum Islam (maqhasidus syari’ah) yaitu: 1. Menjaga agama, 2) Menjaga jiwa dan kehormatan, 3) Menjaga akal, 4) Menjaga harta dan 5) Menjaga keturunan keberlangsungan hidup. Prinsip-prinsip syariah pada sektor wisata adalah sebagai berikut: 1) Berorientasi pada kemaslahatan umum, 2) Berorientasi pada pencerahan, penyegaran dan ketenangan, 3)Menghindari kemusyrikan dan khurafat, 4) Menghindari maksiat, seperti zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba dan judi, 5) Menjaga perilaku, etika dan nilai luhur kemanusiaan seperti menghindari perilaku hedonis dan asusila, 6) Menjaga amanah, keamanan dan kenyamanan, 7) Bersifat universal dan Inklusif, 8) Menjaga kelestarian lingkungan dan 9) Menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan kearifan lokal, (diolah dari paparan bidang Bisnis dan Pariwisata Syariah DSN-MUI).

Pertanyaan kedua terjawab dengan diraihnya 12 kategori penghargaan di bidang wisata syariah pada acara World Halal Tourism Award (WHTA) 2016 (kompas.com).

Deklarasi Indonesia sebagai pusat wisata syariah dunia bukan imajinasi, akan tetapi pemerintah dalam hal ini KEMENPAR lebih khusunya Tim Percepatan Dan Pengembangan Wisata Halal dan stakeholder lainnya sangat serius dalam mengkaji, mengatur, mengawasi, mensosialisasikan dan memasyarakatkan objek wisata berbasis syariah di Indonesia. Keseriusan para pemangku kepentingan pada wisata syariah bukan tidak mungkin akan menarik wisatawan asing mancanegara muslim maupun non-muslim untuk berkunjung dan memilih pelabuhan wisatanya di Indonesia. Setidaknya ada empat stakeholder (para pemangku kepentingan) yang yang berkaitan langsung dengan industri sektor wisata syariah, yaitu: 1) Pemerintah, 2) Ulama, 3) Pelaku bisnis wisata, 4) Masyarakat.

Pemerintah dalam hal ini dipresentasikan oleh Kementrian Pariwisata (KEMENPAR) selaku penyelenggara negara di bidang kepariwisataan merupakan pemegang kewenangan dalam mendorong terciptanya iklim bisnis wisata yang baik termasuk pula di dalamnya iklim bisnis yang sehat dan dinamis.

Ulama dalam hal ini dipresentasikan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Sebagai pihak yang berperan mengawasi, mengeluarkan fatwa syariah dan sekaligus menjadi rujukan bagi pelaku bisnis wisata agar tetap pada jalur prinsip-prinsip syariah. Selain itu, dituntut pula peran peran aktif para Ulama dakalangan masyarakat untuk: 1) Memformulasikan dan mensosialisasikan prinsip rahmatan lil ‘alamindalam bidang pariwisata, 2) Mengarahkan dan turut mengawasi pemerintah, pelaku maupun pengguna pariwisata syariah, agar tetap dalam koridor Islam, 3) Membina masyarakat agar lebih bersikap terbuka, santun, dan menghormati orang dan budaya asing, namun tidak begitu saja terpengaruh dengan budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, 4) Membina masyarakat Muslim untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan turut mengembangkan budaya Islam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline