Kepercayaan?
Apakah aku... bisa memulihkan kepercayaanku kembali?
Emiliana menatap meja belajarnya dengan pandangan yang membayang. Perlahan, air mata kembali jatuh dari matanya. Perasaan yang selama ini ia sembunyikan dari orang orang yang ia sayangi selalu bergentayangan di kepalanya. Tidak, mereka tidak melakukan sesuatu hal yang membuat Emiliana merasa sedih. Namun, hal hal yang terdapat pada kepalanya selalu berhasil membuat pikirannya kacau. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan mulai berjalan menuju jendela kamarnya. Ia membukanya dan menghirup udara malam yang begitu dingin. Pohon pohon yang tinggi, bulan purnama yang bersinar terang, dan hembusan angin yang begitu menyegarkan. Suasana itu membuatnya sedikit tenang. Suara riuh daun yang saling bersentuhan mulai mengaliri telinganya, membuatnya merasa lebih aman. Setidaknya, untuk saat ini.
Mentari mulai menampakan sinarnya, cahaya mulai masuk dari jendela kamarnya. Suhu ruangan mulai menghangat, membangunkan Emiliana dari tidurnya yang pulas. Ia menggosokan matanya dan mulai beranjak dari tempat tidurnya. Sejenak, ia melihat keluar jendela dan bergumam.
"Hari ini adalah hari baru, dan harus bisa menjadi lebih baik dari hari sebelumnya. Namun, hari ini adalah..."
"Hei! Bangunlah! Hari sudah pagi, ibu telah menyiapkan sarapan favoritmu, bersihkanlah dan persiapkan dirimu. Ibu menunggumu dibawah".
Ungkapannya sontak terpotong ketika Ibu tirinya mulai memanggil dirinya untuk sarapan. Tanpa berpikir panjang, Emiliana segera pergi ke kamar mandi untuk mempersiapkan dirinya pada hari yang baru ini. Semejak kematian ibu kandungnya, Emiliana sulit menaruh kepercayaan pada orang lain. Tidak, bahkan dengan ayah kandungnya sendiri.. Emiliana tidak merasa aman. Bagaimana tidak? Ibu kandungnya meninggal karena ayahnya mengemudi mobil dalam keadaan mabuk. Hingga pada akhirnya, mobil itu bertabrakan dengan truk dan seseorang yang paling ia sayangi meninggalkan dia dengan keadaan yang tragis.
"T..tidak, lupakan itu Emiliana"
Emiliana sejenak melihat pantulan dirinya di cermin. Matanya sedikit bengkak akibat tangisannya semalam. Seragam putih abu yang ia gunakan pula sedikit berantakan karena kemarin ia tidak dapat menyetrika baju. Rambut coklat tua nya yang hampir menyentuh pinggilulnya pun juga terliaht berantakan, meskipun ia telah mengucir rambutnya. Ia menghela nafas dan mulai berjalan menuju meja makannya yang berada di lantai bawah. Seketika ibunya merasakan kehadiran putri tirinya, ia memberikan senyuman hangat padanya dan berkata.
"Selamat pagi nak, kemari duduklah. Makan sarapan yang telah ibu buatkan. Sarapan favoritmu! Telur scrumble, sosis keju lumer yang kau sukai dan susu vanilla. Ibu ingin memastikan bahwa kamu siap untuk pergi sekolah"
Emiliana hanya memberikan senyum tipis pada ibunya. Ia mulai mengambil tempat duduk yang tidak jauh dari ayahnya dan mulai memakan sarapannya. Keheningan mulai memakan ruangan itu, tidak ada bunyi apapun kecuali bunyi sendok dengan piring saling bersentuhan. Beberapa menit berlalu, akhirnya ayahnya memecahkan keheningan itu dengan kata kata.