Lihat ke Halaman Asli

Menelaah Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS (Bagian 1)

Diperbarui: 4 November 2019   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saat saya membaca komentar di sebuah forum mengenai berita iuran BPJS yang naik drastis, mata saya berhenti pada sebuah komentar, "Pemerintah makin kapitalis, BPJS makin kapitalis, kxxx adalah solusi.". Wah, saya langsung ingat dulu saat saya ikut ospek S-1 sebagai maba. Syahdan, seorang kakak kelas di fakultas mengajak saya pergi ke kampus lain untuk ikut acara orientasi organisasinya.

Karena saya berniat kuliah sambil have fun dan organisasi ini tampak serius, akhirnya kami cuma sampai pintu depan lalu pulang. Setelahnya kakak kelas itu masih sering menanyakan kami dan mengajak diskusi. Saya ingat salah satu yang dipromosikannya adalah sistem ekonomi Islam dan bagaimana menjadi solusi untuk krisis ekonomi negeri ini dan dunia.

Saya waktu itu baru selesai berkutat dengan buku-buku persiapan SPMB sehingga hanya bisa bertanya balik "Apakah kelebihan sistem ekonomi Islam dibandingkan sistem ekonomi Pancasila?". Jawaban beliau saat itu tidaklah sistematis, mendetail, hanya berkutat pada apa yang akan dicapai dan bukan bagaimana semua itu dicapai. Tapi benarlah diskusi dua orang yang sama-sama tidak tahu niscaya akan dimenangkan yang lebih sok tahu, maka saya saat itu seperti kerbau dicucuk hidungnya.

Tapi ternyata pertanyaan itu cukup kompleks. Saya sekos bersama teman saya yang mengambil Ekonomi Islam, dia mengakui bahwa sulit untuk mencari materi kedua sistem ekonomi tersebut di dalam textbook mainstream ekonomi luar negeri, kecuali sekedar disebutkan sebagai bagian dari ekonomi campuran.

Berada di antara kapitalisme dan sosialisme.  Dan kalau kita mencari di internet, sistem ekonomi Indonesia saat ini berada di posisi mana, lebih bingung lagi, golongan kiri maupun Islam konservatif akan berpendapat bahwa negara ini terlalu kapitalis, sedangkan golongan pengusaha mengeluh bahwa Indonesia terlalu sosialis.

Dalam sebuah masyarakat, yang namanya sarana produksi, sumber daya vital, maupun produk akhir (barang konsumsi) merupakan sumber daya yang terbatas. Sistem ekonomi adalah bagaimana sistem mengatur pembagian sumber daya tersebut. Apakah pembagian itu diserahkan kepada mekanisme pasar (negara kapitalis secara umum menganut ekonomi pasar bebas), atau diatur oleh pemerintah (negara sosialis secara umum menganut ekonomi terencana terpusat).

Misal petani menghasilkan beras, petani sebagai produsen apakah merupakan wirausahawan mandiri, atau pegawai negeri yang digaji negara? Beras sebagai hasil produksi dijual ke pasar atau diambil negara untuk dijual kembali/dibagikan sesuai jatah ke warga? Migas sebagai sumber daya yang vital, dikuasai negara atau menjadi hak milik dari pemilik tanah di permukaannya (Amerika Serikat)? Semua ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Kedua penganut sistem ekonomi tersebut punya argumennya masing-masing. Kapitalisme menawarkan produktivitas yang berasal dari kompetisi, kepemilikan pribadi untuk sarana produksi dan properti, perdagangan yang didasarkan kesukarelaan, dan sistem harga yang diserahkan mekanisme pasar.

Sosialisme mempromosikan kepemilikan sosial untuk sarana produksi dan properti, tidak ada ketimpangan ekonomi dan sosial, pekerjaan untuk semua orang, jaminan sosial kesehatan pendidikan gratis, dan produksi barang sesuai kebutuhan yang direncanakan sehingga tidak sia-sia. Kita bisa melihat jelas campuran keduanya di Indonesia. Intervensi negara ada di banyak bidang, namun tidak sebesar negara sosialis. Di sini pendidikan publik dari dasar hingga menengah atas digratiskan.

Namun diberikan ruang kepada swasta untuk menyediakan pendidikan dengan berbayar. Semua wajib ikut BPJS sebagai jaminan kesehatan universal, namun juga ada asuransi kesehatan swasta. Kebutuhan minimal diberikan negara, namun yang kaya pun diberi keleluasaan. Gini index, yang menunjukkan ketimpangan pendapatan dalam sebuah negara (semakin tinggi semakin timpang), menunjukkan Indonesia di tengah (36.8), di antara Hong Kong (53.9), Amerika Serikat (41.5), Denmark dengan Nordic modelnya (29), sedang estimasi profesor ekonomi di Havana tahun 2000 Kuba (38).

Kalau kita menggunakan pembagian sarana produksi, sumber daya vital, dan produk akhir sebagai patokan, maka kita bisa bayangkan sistem ekonomi sebagai sebuah spektrum imajiner dengan ekonomi pasar dan ekonomi terpusat di dua ujung, dan sistem ekonomi berbagai negara berada di antara keduanya. Dulu prototipe negara sosialis yang paling ujung adalah Uni Soviet, sekarang Kuba, dan negara kapitalis paling ekstrem dari dulu adalah Amerika Serikat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline