Lihat ke Halaman Asli

Pilu, Kelu, Merindu

Diperbarui: 8 April 2016   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hanya kembali menanti. Melihat percik rindu disampaikan lewat apapun yang menampakkan pilu.
Pagi yang tak terlalu berbeda. Membuka mata dan melihat sinar matahari masuk lewat jendela. Seketika, teringat pakaian yang masih lembab tergantung. Hari kemarin tak terlalu meyakinkan, ada ketakutan akan hujan yang mungkin hanya menjadikan sia-sia.

Tak sempat untuk segelas air, bahkan tak ada gelas layak memenuhi kekosongan untuk melegakan. Aku terbangun, menyibakkan tirai dan membuka kuncian jendela. Lalu berjalan kebelakang, membuka pintu besar mempersilakan masuknya udara segar.

Masih terasa sakit di dada, lengkap dengan pergulatan di baliknya. Lembaran koyo panas ternyata cukup bisa diandalkan, tegangnya otot dada dan punggung setidaknya mereda.

Kembali lagi ke susunan karpet dan tikar yang berjajar. Memandangi sinar matahari yg masuk, menampakkan jelas hembusan kepulan asap dari rokok yang dihisap.

Membiarkan televisi tetap mati, sekiranya acara pagi mungkin tak bisa menemani. Hiruk pikuknya tak dapat mengerti, betapa masih bersisanya kegusaran yang bercampur aduk dengan penyesalan.

Menarik kembali sebenarnya apa yang terjadi. Membayangkan kembali dinamika yang nampaknya biasa namun ternyata menjadikan perkara.
Pagi hari sebelumnya, tak jauh berbeda sepertinya. Aku terbangun dari tempat yang sama, membuka mata dan seketika teringat akan siapa. Berusaha memastikan kabar, "Aku telah terjaga, bagaimana denganmu? Katamu ada kesibukan pagi yang harus kamu penuhi?" batinku.

Sambil menyelesaikan tanggunganku, aku tetap berusaha mencari kabar, memastikan tentang bagaimana. Selain itu, ada pula tugas yang harus dipenuhi, aku bergegas mandi, setidaknya aku harus menyiapkan diri lebih awal. Tiba-tiba muncul pesan, melegakan pada akhirnya tak hanya terabaikan, "Maaf tak terjaga waktu dihubungi" katamu, aku melihat jam tangan, segera membiarkan kamu menyiapkan semua dengan menit yang tersisa.

Ternyata tak juga ada bayaran atas kesegeraan. Sia-sia terburu-buru karena ternyata tak senada dengan pengajarmu. Namun ternyata ada yang lebih perlu, hari itu adalah jawaban atas semua hasil kerja kerasmu.

Semua rencana kamu kabarkan. Tersampaikan dan aku mengerti untuk memberikan pengertian. Disela kesibukan menanyakan, mengingatkan jangan lupa memenuhi kebutuhan untuk tetap kuat dalam kesibukan.
Seharian berharap akan adanya sebuah pertemuan. Namun apadaya kesibukan tak seirama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline