Sebagai penentu keberhasilan siswa, guru dituntut tidak hanya menguasai materi pembelajaran, namun juga mampu merancang pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran akan menjadi bermakna jika peserta didik terpantik rasa ingin tahunya sehingga mereka menjadi aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan akhirnya mampu menerapkan ilmu yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata sebagai realisasi pemahaman mereka.
Selain itu, dalam pembelajaran abad 21, tujuan pembelajaran tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa saja, siswa dituntut untuk memiliki 4 kecakapan berpikir dan belajar: mampu berpikir kritis, mampu memecahkan masalah, mampu berkolaborasi, kreatif, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Itu artinya, pembelajaran hendaknya berfokus kepada peserta didik (student centred), dan guru bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam pembelajaran. Untuk itu, guru perlu menemukan metode yang cocok untuk menunjang pembelajaran berpusat pada peserta didik yang mampu mendorong mereka menjadi autonomous learners.
Namun faktanya, masih jamak ditemukan pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Peserta didik tidak dirangsang untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga mereka kesulitan untuk memahami suatu materi. Selain itu, proses pembelajaran yang monoton membuat siswa tidak termotivasi untuk belajar. Kegiatan pembelajaran menjadi membosankan, dan tidak sedikit peserta didik yang tidak menyukai belajar.
Hal ini juga terjadi dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 40 Satu Atap Kerinci. Di kelas VII, peserta didik sudah diperkenalkan kepada tata bahasa (Grammar) yang diajarkan sesuai dengan materi tertentu. Salah satu tata Bahasa yang diajarkan di kelas VII adalah Simple Present Tense pada materi ‘Daily Routines’.
Dari hasil observasi dan refleksi guru yang dilakukan, didapatkan fakta bahwa kemampuan peserta didik dalam menerapkan unsur kebahasaan Simple Present Tense dalam menyatakan Daily Routines masih rendah. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Yang pertama, peserta didik masih kesulitan dalam memahami konsep dari Simple Present Tense. Adanya perbedaan struktur kalimat dalam Bahasa Inggris dengan Bahasa Indonesia membuat peserta didik sering keliru dalam menyesuaikan subjek dengan kata kerja.
Selain itu, pembelajaran pada materi ini disampaikan secara konvensional, dimana guru aktif menerangkan di depan kelas dan peserta didik diminta untuk mendengarkan serta mencatat konsep yang dijelaskan oleh guru. Pembelajaran yang berpusat pada guru ini, tentu saja tidak memotivasi peserta didik dalam belajar. Terlebih lagi, model pembelajaran yang monoton tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik yang beragam. Guru tidak mempertimbangkan gaya belajar peserta didik yang bervariasi dalam mengembangkan aktivitas pembelajaran, padahal gaya belajar peserta didik haruslah menjadi patokan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat, agar pembelajaran lebih bermakna dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembelajaran juga tidak mendorong kemampuan berpikir kritis peserta didik, karena mereka belum diarahkan untuk mencari informasi secara mandiri dengan berdiskusi di dalam kelompok.
Penyebab lainnya adalah media pembelajaran yang digunakan juga terkesan monoton. Sumber belajar hanya berpatokan pada buku cetak yang terkesan tidak menarik. Peserta didik yang merupakan digital native hendaknya difasilitasi dengan media ajar yang terintegrasi teknologi agar pembelajaran lebih menarik sehingga peserta didik terdorong rasa ingin tahunya.
Untuk menyelesaikan permasalahan di atas, sebagai guru saya terdorong untuk melakukan perbaikan pengajaran di dalam kelas. Namun, ada berbagai tantangan yang saya temukan, seperti motivasi peserta didik untuk belajar masih rendah, belum maksimalnya pemahaman saya terkait model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, serta belum maksimalnya kreatifitas guru dalam mengembangkan media ajar yang menarik.
Lalu yang saya lakukan untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan mengkaji berbagai literatur, melakukan wawancara dengan rekan guru dan senior, serta mengikuti berbagai webinar pengembangan keterampilan guru, saya menemukan beberapa referensi yang dapat digunakan dalam perbaikan pengajaran di kelas. Salah satunya adalah dengan mengimplementasikan model dan strategi pembelajaran yang inovatif.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam usaha meningkatkan kemampuan peserta didik menganalisis dan menerapkan unsur kebahasaan Simple Present Tense dalam menyatakan Daily Routines adalah sebagai berikut:
1. Memilih model dan strategi pembelajaran inovatif