Lihat ke Halaman Asli

Kwik Kian Gie Lebih Nyaman Kritik Zaman Soeharto, Ada Apa dengan Jokowi?

Diperbarui: 8 Februari 2021   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warta Kota - Tribunnews.com

BAGI orang-orang yang biasa kritis dan mengemukakan pendapat di depan umum, era reformasi adalah surga. Betapa tidak pada zaman ini semua orang bebas berekspresi tanpa harus takut diculik atau diintimidasi pihak pemerintah, asal tidak melanggar regulasi yang telah ditentukan. 

Bandingkan dengan zaman kekuasaan pemerintahan Presiden Soeharto di zaman orde baru. Pada waktu itu, sedikit saja berani kritis terhadap kebijakan pemerintah, maka taruhannya adalah nyawa. Sudah untung bila hanya dijebloskan dalam penjara. 

Pasalnya, era kekuasaan Presiden Soeharto boleh disebut era otoriterianisme. Kebijakan apapun yang diterbitkan oleh pemerintah harus ditelan bulat-bulat. Tak peduli, kebijakan itu menguntungkan atau merugikan masyarakat. Sekali A tetap A. Bila ada yang bilang B, maka siap-siap saja menerima akibatnya. 

Telah banyak contoh atau bukti tangan besinya Presiden Soeharto terhadap pihak-pihak yang kritis. Mereka rata-rata dijebloskan dalam penjara. Salah satu contohnya adalah Hariman Siregar dan Budiman Sujatmiko. 

Parahnya, tak sedikit pula orang-orang kritis yang hilang begitu saja. Banyak pihak menduga, mereka-mereka itu diculik oleh aparat tentara atau ABRI. Sebut saja Widji tukul yang selalu bersuara keras lewat puisi-puisinya dan sekelompok mahasiswa pada saat terjadi aksi demo menuntut Presiden Soeharto lengser. 

Nah, merujuk pada peristiwa kelam tersebut, mestinya hidup di zaman reformasi adalah surganya bagi orang-orang kritis. Namun ternyata tidak demikian halnya dengan ekonom senior tanah air, Kwik Kian Gie. Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan Industri di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid ini justru merasa lebih nyaman berada di zaman pemerintahan Presiden Soeharto. Pada  zaman orde baru dirinya diberi kolom sangat longgar oleh media Kompas untuk menyampaikan kritik-kritik tajam. 

"Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil. Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik-kritik tajam. Tidak sekalipun ada masalah," ucap Kwik, melalui akun twitternya, @kiangiekwik. Dikutip dari Sindonews.com

Menurut Kwiek masih dikutip dari Sindonews.com, dirinya tidak nyaman dengan kata kasar dan kotor yang dikeluarkan para pendengung atau buzzer di media sosial. Perasaan itu yang membuat Kwik Kian Gie takut mengemukakan pendapat yang berbeda saat ini. 

Berlebihankah pengakuan Kwik? Bisa ya, bisa juga tidak. 

Artinya, ucapan Kwik bisa jadi berlebihan, karena bagaimanapun pada era reformasi, kebebasan sipil jauh lebih merdeka dibanding dengan zaman orde baru. Kala itu rakyat seperti dibelenggu, tidak bisa bicara atau berbuat seenaknya. 

Kalaupun, Kwik mengaku bahwa dia bisa nyaman dan bebas menyampaikan kritik-kritik tajam, bahkan diberi kolom longgar oleh media Kompas, mungkin saja benar. Namun perlu diingat, kritikan yang dia bangun boleh jadi hanya menyasar terhadap kelompok-kelompok tertentu yang tidak bersinggungan dengan kepentingan masyarakat. Sehingga pemerintah pun merasa tidak perlu bertindak, karena dianggap tidak akan mengganggu kedaulatan pemerintah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline