HINGGA hendak memulai tulisan ini, saya masih tak habis pikir dengan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang saya baca di salah satu portal berita online. Lewat keterangan pers, putra sulung Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini dengan gamblang menyatakan akan ada aksi 'kudeta' di Partai yang dia pimpin. Kekuasaannya akan digulingkan oleh 5 orang.
Tidak tanggung, dalam tuduhannya tersebut, AHY langsung mengarah ke Istana. Sebab, pihak-pihak yang konon akan mengkudeta tersebut ada juga pejabat tinggi pemerintahan.
"Gabungan dari pelaku gerakan ini ada lima orang terdiri dari satu kader Demokrat aktif, satu kader yang sudah enam tahun tidak aktif, satu mantan kader yang sudah sembilan tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai, karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan satu mantan kader yang telah keluar dari partai tiga tahun yang lalu. Sedangkan yang non kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan," ungkap AHY, Senin (1/2/21). Dikutip dari Suara.com.
AHY berhalunisasi. Itulah yang ada dalam benak saya. Suami Anisa Pohan ini mungkin berpikir bahwa Partai Demokrat masih merupakan partai besar yang pernah memenangi Pemilu pada tahun 2009 silam.
Kalau, Partai Demokrat masih sebagai partai besar, seperti PDI-P, Gerindra atau Golkar, boleh jadi ada pihak yang mengincar posisi ketua umum. Sebab, sebagai partai besar, diyakini bakal banyak keuntungan politik yang didapat. Namun, saat ini partai berlambang Mercy tersebut tak lebih dari partai medioker. Apa iya ada pihak yang mengincar posisi ketua umum?
Entah otak saya masih belum nyampe atau emang tak mengerti apa-apa soal konstelasi politik nasional. Setelah terus coba berpikir keras tentang maksud yang terkandung dari pernyataan AHY, sama sekali tidak mendapatkan jawaban masuk akal. Yang ada dalam benak saya, AHY sedang coba menarik perhatian publik belaka.
Dengan kata lain, AHY tengah mencoba bermanuver. Dengan begitu, paling tidak namanya dan Partai Demokrat kembali menjadi sorotan publik. Dari sini mereka bisa mengambil keuntungan atau setidaknya masyarakat tidak lupa bahwa Partai yang disahkan pada 27 Agustus 2003 tersebut masih eksis.
Ya, dalam hal ini AHY tengah mencoba mencari panggung agar orang-orang meliriknya. Bukankah dalam politik kadang tak peduli dengan salah benar, yang penting tenar dulu. Karena dengan tenar, maka kesempatan partai atau individu di dalamnya diperhatikan lebih besar. Baru, setelah itu memikirkan langkah selanjutnya.
Atau, saya agak sependapat dengan sebagian politisi yang mengatakan bahwa maksud AHY menyerang atau menyebut-nyebut orang pemerintahan atau pihak istana ini hanya caper agar diajak bergabung pada koalisi pemerintahan. Sebut saja, AHY diajak bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju (KIM).
Jika demikian maksudnya, saya dengan berat hati harus mengatakan, pihak istana telah berbuat kejam terhadap AHY. Akibat tidak dipercaya menjadi bagian dari kabinet Jokowi. AHY jadi berhalunisasi.
Kendati demikian, tetap saja manuver AHY tersebut tidak boleh dianggap sebelah mata. Saya sangat yakin, ide ini pasti ada campur tangan SBY. Sebagai pemikir, mantan presiden ini tentu tidak sembarangan membuat sebuah langkah. Pasti telah dipikirkan dan direncanakan matang, bagaimana dampak baik buruknya.