Lihat ke Halaman Asli

Risma Korban PDIP

Diperbarui: 9 Januari 2021   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tribunnews.com


AKSI blusukan Mensos Tri Rismaharini masih menjadi diskursus publik menarik hingga hari ini. Pasalnya, aksi mantan Wali Kota Surabaya tersebut banyak yang percaya sarat dengan nuansa politik. 

Dalam pandangan sederhana penulis, setidaknya ada dua faktor utama yang mengakibatkan Risma---nama kecil Tri Rismaharini menjadi pusat perhatian dan menjadi buruan berita para kuli tinta. Pertama, faktor Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Kedua, faktor dugaan skenario Jalan Thamrin. 

Faktor Anies 

Tidak sedikit pihak menduga, aksi blusukan Risma di beberapa wilayah ibu kota Jakarta telah membuat citra Anies Baswedan terancam melemah. Sebab, dianggap telah mampu 'membongkar' wajah Jakarta sebenarnya. 

Dalam blusukannya, Risma masih banyak menemukan penduduk Jakarta yang hidupnya di bawah garis kemiskinan. Seperti hidup di kolong jembatan, jadi pemulung, gepeng dan pengamen. 

Masalahnya, Risma tak hanya menemukan para penduduk miskin. Di sana, dia juga langsung mengajak dialog dan memberikan solusi. 

Nama Risma melambung dan mendapatkan puja-puji. Dia dinilai sebagai pejabat negara yang penuh perhatian dengan rakyat kecil. 

Beda halnya dengan Anies Baswedan. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini disebut banyak pihak hampir tidak pernah menyentuh langsung masyarakat kecil, bahkan terkesan membiarkan. Dia hanya sibuk dengan program-program kerja yang sifatnya membangun etalase kota agar tampak bagus di mata umum. 

Dengan kata lain, apa yang dilakukan Anies semata-mata demi kepentingan pencitraan dan politik. Ketika muncul kritik, dia langsung akting. Drama cermin, drama gemetar dan sejumlah drama lainnya pernah dilakukan demi meraih simpati publik. Padahal, drama tidak akan bisa memajukan kota Jakarta dan tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah-masalah sosial. 

Nah, bila Risma terus membuktikan kinerjanya dengan sangat baik dan Anies tetap dengan gayanya sekarang. Lamban dan hanya fokus pencitraan. Bukan mustahil simpati publik Jakarta dan nasional akan tumpah terhadap wanita kelahiran Kediri, 20 November 1961 tersebut. Sedangkan Anies akan bernasib sebaliknya. 

Publik hampir pasti akan terus-terusan membandingkan kinerja keduanya. Dan, Anies akan kembali menjadi obyek kritik dan bully seperti kerap terjadi selama ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline