ENTAH apa yang terlintas dalam pemikiran-pemikiran para pemangku kebijakan negara ini. Betapa tidak, di saat kondisi tanah air masih berjibaku dengan pandemi virus corona atau covid-19, pemerintah justru mewacanakan dan akan menerapkan kebijakan new normal.
Bisa jadi maksud pemerintah ini baik, tidak ingin gara-gara mewabahnya virus corona membuat perekonomian di tanah air kian terpuruk. Namun masalahnya, apalah arti ekonomi jika kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakatnya masih dalam ancaman ganasnya virus asal Wuhan, China tersebut. Hal itu jelas tidak berarti bukan?
Betul, dalam penerapan kebijakan new normal, pemerintah selalu mewanti-wanti agar masyarakat senantiasa memperhatikan protokol kesehatan sebagaimana telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah. Hanya saja, patut dicermati pula tingkat kedisipilinan masyarakat tanah air. Menurut hemat penulis, maaf dengan berat hati harus mengatakan masih sangat rendah.
Tengok saja, dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan dengan segala pernak-pernik aturan berikut sanksi, masih begitu banyak masyarakat yang seolah tak peduli. Masih banyak ditemukan penduduk +62 ini bekerkeliaran, berkegiatan di luar rumah seolah tidak ada apa-apa. Khususnya waktu menjelang hari raya idul fitri kemarin.
Hampir di seluruh daerah di tanah air, masyarakat Indonesia dengan santainya berdesak-desakan di pusat perbelanjaan, baik di pasar tradisional, modern bahkan pusat pertokoan besar.
Parahnya, para pemangku kebijakan pun seolah tidak mampu berbuat apa-apa. Kerumunan massa yang terjadi pada beberapa hari terakhir sebelum lebaran seolah dibiarkan saja. Mereka seperti pasrah dengan fenomena tersebut.
Akibatnya, beberapa pasar di beberapa daerah menjadi klaster baru penyebaran virus corona. Sebut saja diantaranya adalah pasar Cileungsi Bogor, Jawa Barat dan Pasar Pinasungkulan Menado, Sulawesi Utara.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana jadinya prilaku masyarakat Indonesia jika nantinya penerapan kebijakan new normal diberlakukan? Boleh jadi, mereka akan lebih leluasa untuk kembali melakukan aktifitas kesehariannya tanpa takut lagi di awasi atau diperiksa oleh aparat yang telah disiapkan pemerintah.
Ya, penulis melihat bahwa kedisiplinan yang dilakukan oleh masyarakat ini kecenderungannya hanya takut diperiksa oleh aparat keamanan dibanding oleh virus itu sendiri.
Jika ini berlaku, tentu akan sangat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat tanah air sendiri. Walau bagaimanapun, dalam pandangan penulis, new normal ini sangat dipaksakan oleh pemerintah hanya demi mensetabilkan kembali ekonomi negara yang terpuruk.
Pro kontra yang tumbuh kembang di masyarakat terkait penerapan kebijakan new normal sepertinya sudah tidak berarti lagi bagi pemerintah. Dalam pikiran mereka, yang penting bagaimana caranya ekonomi kembali tumbuh dan stabil seperti semula.