DALAM rangka revitalisasi Monumen nasional (Monas) yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta beberapa waktu lalu sempat menjadi viral di media sosial dan menuai kritik banyak pihak.
Tidak ada yang salah dengan revitalisasi Monasnya, karena mungkin monumen bersejarah itu membutuhkan suasana anyar dan fresh.
Tapi, yang jadi masalah waktu itu adalah adanya penebangan terhadap ratusan pohon yang ada di sekitar monumen tersebut.
Ya, gara-gara adanya penebangan terhadap ratusan pohon ini, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab, kembali menjadi bulana-bulanan warganet dan sejumlah publik.
Anies dan Pemprov DKI Jakarta dianggap telah melakukan pengrusakan lingkungan dan bertolak belakang dengan konsep penanggulangan banjir yang selama ini diagung-agungkan Anies Baswedan, yakni Program Naturalisasi.
Sebagaimana diketahui, konsep naturalisasi adalah sebuah konsep memasukan air ke dalam tanah melalui mekanisme resapan.
Namun, dengan adanya penebangan ratusan pohon di sekitar Monas, otomatis akan sangat mengurangi wadah resapan sumber daya air itu sendiri.
Tapi, sebagaimana judul artikel yang penulis tulis di atas, tentu saja bukan untuk membahas banjir dan segala konsep naturalisasi. Tapi tentang sisa tebangan pohon yang raib entah kemana dan terus jadi misteri.
Memang sejak terjadi penebangan pohon di sekitar Monas yang jumlahnya mencapai 190-an, sisa tebangannya raib dan tidak jelas berada dimana.
Bahkan anak buah Anies Basewedan pun berkelit dan saling lempar soal keberadaan kayu pohon sisa tebangan dimaksud.