Lihat ke Halaman Asli

KPK Menuju "Kamar Mayat"?

Diperbarui: 20 Oktober 2019   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: Tribunnews.com

SAMPAI Menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yang rencananya akan dilangsungkan siang ini, Ahad (20/10/19), belum tampak tanda-tanda dari presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menyelesaikan kisruh di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Dalam hal ini, sebagaimana tuntutan elemen masyarakat, penggiat anti korupsi dan mahasiswa terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai tiket untuk mencabut kembali UU KPK hasil revisi yang telah disahkan DPR bersama Pemerintah,(17/10/19) lalu.

Salah satu indikasi tidak seriusnya pemerintah terhadap pemberantasan korupsi di tanah air itu adalah tidak dihiraukannya tuntutan mahasiswa, yang sebelumnya memberikan tenggat waktu hingga tanggal 14 September lalu, agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu. 

Jangankan menerbitkan Perppu, sekedar penjelasan atau jejak pendapat seperti yang diinginkan mahasiswa pun urung terwujud. Sebaliknya, pemerintah, melalui Kepolian Republik Indonesia, mempersempit ruang gerak dan menghadang laju mahasiswa dengan cara memberikan larangan keras untuk tidak melakukan aksi demo. Dalihnya, demi kondusifitas jelang pelantikan presiden dan wakil presiden.

Bahkan, tidak hanya fihak kepolisian saja yang memberikan larangan aksi demo. Intimidasi-intimidasi pun datang dari fihak kampus. Dalam hal ini, fihak kampus juga melarang para mahasiswanya melakukan aksi demo, khususnya terkait demo dengan tagar RepormasiDikorupsi.

Seperti diketahui, awal bulan Oktober lalu, sejumlah elemen mahasiswa mengunjungi Kepala Staff Kepresidenan (KSP), Moeldoko, di Istana Merdeka. Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa mengancam akan melakukan aksi demo lebih besar dari yang sebelumnya, jika sampai tanggal 14 Oktober 2019, Presiden Jokowi tidak menerbitkan Perppu atau jejak pendapat dengan mahasiswa. 

Namun nyatanya ancaman itu akhirnya tidak terbukti, sampai tanggal 17 Okrober 2019 lalu, UU KPK resmi berlaku meski tanpa tanda tangan presiden. Hal ini kemungkinan besar tak lepas dari intimidasi "senyap" fihak aparat dan petinggi-petinggi kampus, hingga mahasiswa tak berkutik.

Jika intimidasi-intimidasi ini benar adanya, penulis kira pola-pola orde baru yang suka mengebiri kebebasan bersuara kembali terjadi, yang akhirnya akan mengancam demokrasi kita. 

Bahkan, dengan adanya pelarangan atau intimidasi terhadap mahasiswa dalam aksi tagar RepormasiDikorupsi merupakan bentuk ketidakpahaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang memberikan ruang dan kebebasan berpendapat.

Dengan adanya larangan dan intimidasi terhadap mahasiswa untuk menyuarakan pendapatnya, terutama terkait Perppu KPK, penulis kira nasib lembaga antirasuah ini benar-benar sudah tragis dan bukan tidak mungkin pada akhirnya mati untuk kemudian dimasukan ke kamar mayat. Dalam hal ini, keberadaan KPK hanya sebatas nama, tanpa mampu berbuat apa-apa lagi dalam penanganan dan pemberantasan korupsi tanah air.

Hal ini juga dikemukakan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Pada CNN Indonesia, Usman menyebut pelemahan terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan terhadap KPK makin sulit dibendung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline