ALBUM kusam itu seakan menghidupkan cerita yang telah berlalu. Cerita yang penuh canda tawa dan sedikit nakal. Barangkali foto-foto itu menjadi bukti bahwa cerita tak bisa di rubah hanya dengan berputarnya waktu. Cerita itu indah, cerita itu nakal dan cerita itu sejarah. Sejarah yang menyimpan sejuta kenangan dan kebahagiaan.
"Kamu masih menyimpan foto-foto ini Dik?"
Keheningan ruang tamu terpecah oleh pertanyaan Dian pada Andika. Namun Andika tak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia hanya tersenyum pada teman sekolahnya dulu.
"loh koq malah tersenyum?" tanya Dian lagi, sembari membalik halaman album foto zaman-zaman sekokah dulu.
"Ya, seperti itulah. Kadang aku suka kangen masa-masa sekolah kita dulu. Penuh canda tawa dan sedkit nakal" kata Andika.
"Sedikit nakal apanya. Kamu itu super nakal, he he.." ceplos Dian.
"Ah kamu, itu kan dulu. Waktu kita masih butuh eksistensi diri" Andika berkelit.
"Kaya politisi aja pake berkelit. Siapa pun tahu bagaimana kenakalanmu waktu sekolah. Nggak kaya aku sama si Iman, siswa disiplin. Makanya jadi anggota Paskibraka Kabupaten..!" Aku Dian, menyombongkan diri.
"Iya deh, aku memang nakal dan ngeselin tidak seperti kalian. Gaya bicara udah kaya pejabat, mentang-mentang anak Paskibra. Tapi sekarang kan nggak ada gunanya tuh baris berbaris..he..he.." Sahut Andika, sambil terkekeh.
"Ah, coba kalau ada si Iman, pasti obrolan kita lebih seru" timpal Dian.
"Ngomong-ngomong kamu masih ingat, waktu kita bertiga menyukai cewek yang sama. Itu tuh si Lela, adik kelas kita?!" Imbuh Dian lagi.