JARI jemari Andika bergerak lincah menjelajahi hurup demi hurup di atas laptop kesayangannya. Bagi dia, merangkai ribuan kata menjadi sebuah karya jurnalistik sudah menjadi keahliannya. Tak butuh waktu lama bagi dia membuat artikel atau berita tentang politik dan hukum. Tapi kali ini beda. Materi yang dihadapinya adalah tentang rasa nasionalisme. Sebuah karya tulis yang hampir tak pernah dia buat. Mentok, inspirasi sepertinya enggan mendekat. Kepulan asap yang tak henti merajah paru, belum mampu membantunya memunculkan sebuah ide.
"Ah bodohnya aku" Andika menepok dahinya sendiri. Sang jurnalis ingat akan kejadian yang menimpa tetangganya tadi pagi. Dia putar kembali memorinya, menelusuri detil kejadian itu dari awal sampai akhir, kemudian tersenyum membayangkan kejadiannya.
"Ibuuuuuu...!" Dari belakang rumah seorang laki-laki setengah tua berteriak memanggil isterinya.
"Iya ayah, ada apa ngagetin ibu aja?!" Sahut isterinya, bergegas hampiri si suami.
"Ibu lihat tiang bendera kita nggak?" ayah cari di belakang rumah, nggak ada" Matanya liar, mencari benda yang dibutuhkannya itu.
"Nggak..lagian tumben ayah cari tiang bendera segala"
"Ibu ini gimana, sebentar lagi kan hari kemerdekaan. Kita diwajibkan pasang bendera...!" Jawabnya, kesal.
"Ya udah jangan cemberut gitu...! Coba pinjam ke tetangga, barangkali aja punya" Saran isterinya.
"Ya nanti ayah coba"
***
"Eh pak Salim. Ada ya pak?"....
"Maaf nak Andre, barangkali punya tiang bendera cadangan, bapak mau pinjam...!"