Lihat ke Halaman Asli

Kamus Berjalan

Diperbarui: 1 Agustus 2019   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

twitter.com/pembualcerdas

Ilmu harus ada sebelum berkata dan berbuat. Beramal tanpa ilmu bisa membinasakan. Berfatwa tanpa ilmu dapat menyesatkan. Jadi, orang yang tidak berilmu namun selalu menampakkan dirinya berilmu, adalah orang sombong yang sok pintar dan sok tahu.

SUASANA malam di sebrang Griya Sumedang telah semakin pekat. Tak menakutkan. Malah sebaliknya, pekat malam itu menghangatkan. Seperti secangkir kopi Sumedang khas Rancakalong, yang berada di meja kayu pada pojokan sebuah cafe. "Kedai Kopi Hangat" begitu orang-orang menyebutnya. Sesuai namanya, inilah tempat ideal bagi orang-orang kesepian.

Ada tiga orang jurnalis yang sedang asik ngobrol. Teguh, Adit dan Deni. Mereka bertiga adalah tuan dari sebuah meja pada pojokan kedai tersebut.

Di antara mereka bertiga, Adit adalah pribadi yang paling menyebalkan. Soalnya suka bicara panjang lebar dan tak bermutu. Kesan sok tahu dan sok pintar ini membuat banyak fihak kurang suka, termasuk Teguh. Bagi pria rada hidung belang ini, segala celotehan Adit sama sekali tak penting, mengawang-awang dan jauh dari realita. Bahkan, tak sedikit yang melabeli Adit sebagai kamus berjalan. Label yang sebenarnya ironi.

"Lihatlah si Adit, dalam setiap kata-katanya seolah tahu segala hal. Padahal, tak lebih dari tong kosong nyaring bunyinya" ungkap Teguh, suatu waktu pada salah seorang sobatnya.

Kembali pada ketiga orang jurnalis yang sedang ngobrol di pojokan kedai kopi hangat. Seperti biasa, Adit mendominasi forum santai tersebut. Dia tampak antusias membicarakan tentang situasi politik Sumedang dan kisruh di dalamnya. Segala undang-undang pusat sampai ke aturan paling rendah dia utarakan dengan yakin. Semua itu diamini kedua rekannya. Meski dalam hati keduanya terbahak-bahak. 

Sebab, aturan-aturan yang disebutkan "si kamus berjalan" adalah salah. Sebagai contoh, Adit menyebut, aturan tentang pelanggaran dan penyelengaraan pemilu adalah Undang-undang Nomor 23 tahun 2014. Padahal undang-undang ini tentang pemerintahan daerah. Aturan sebenarnya adalah Undang-undang  pemilu nomor 7 tahun 2017.

"Aku kira aturan pemilu bukan itu bro," sanggah Teguh.

"Wah kata siapa?" Aku tahu betul tentang peraturan ini koq. Kamu aja yang tidak tahu" tandas Adit, yakin.

"Ooh gitu ya.." sahut Teguh lagi. Meski dalam hatinya mendumel. "Sialan lo..!!"

Sebenarnya, Teguh dan Deni bukan orang bodoh. Mereka berdua faham, Adit adalah sosok jurnalis sotoy yang bersikap sok pintar di depan siapa pun lawan bicaranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline