Lihat ke Halaman Asli

Pemaknaan Akan Bencana

Diperbarui: 25 Desember 2018   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mari kita kilas balik peristiwa-peristiwa yang telah terlewati selama tahun 2018 ini. Tak terasa, tahun 2018 sudah mencapai penghujung akhir. Bulan Desember akan menutup 300 lebih cerita setiap harinya yang penuh suka, walaupun ada pula duka yang tiba-tiba menyingkirkan senyum yang terlanjur mengguratkan ekspresi muka.

Kalau kita coba menengok kembali kisah-kisah yang lalu, ternyata tak sedikit momen-momen mengejutkan hadir di tengah-tengah ruang lingkup kebangsaan kita. Tak perlu jauh-jauh, beragam musibah yang jatuh di atas jiwa-jiwa rakyat di beragam provinsi yang tersebar di Tanah Air ini. Sebut saja salah satu pulau yang 'menerima' guncangan dari alam, yaitu Lombok. 

Begitu telinga mendengarnya, otomatis terngiang dalam benak kita mengenai peristiwa gempa yang menimpa masyarakat di sana. Kebetulan salah satu teman saya di kampus berasal dari Lombok dan ia menceritakan betapa kejadian itu sungguh menggemparkan. Orang-orang berlarian ke sana ke mari mencari perlindungan, menghindar dari puing-puing bangunan yang rubuh tak kuat menahan guncangan dari lempeng bumi yang mengalami pergeseran yang luar biasa. Tak dipungkiri, korban jiwa dan terluka baik fisik dan hati pun berjatuhan.

Berbagai musibah lain pun silih berganti datang. Tak usah jauh ke pelosok negeri seberang, bahkan 'produk pribumi' sudah menjadi pemberitaan harian, mingguan, hingga bulanan di sini. Selain Lombok, ada Donggala hingga yang terakhir yaitu sebuah tsunami yang melanda Selat Sunda dan sekitarnya. Lampung dan Banten menjadi penerima takdir Yang Maha Kuasa. Tentu bukan hanya BMKG yang bertanya-tanya penyebab ragam peristiwa yang telah terjadi, namun kita pun ikut berdecak penuh rasa penasaran dalam dada.

Apa yang sedang terjadi? Apakah itu ada kaitannya dengan kondisi bangsa ini? Mengapa begitu banyak kejadian yang memilukan hati?

Saya yakin, beribu tanda tanya dan keingintahuan mendesak jemari kita untuk mencari berita di sosial media dan linimasa, lisan kita untuk berkali-kali memohon ampunan kepada Sang Maha Perencana, dan tangan beserta kaki untuk berbuat sebisa yang kita bisa. Atau, cukup diam seribu bahasa tanpa mau mencari tahu lebih dalam, mengulik lebih spesifik lagi.

Ketika saya sedang scrolling di sosial media, tak sedikit netizen yang 'nyinyir' terhadap satu dua dan beberapa segi permasalahan yang melingkupi Bumi Pertiwi, salah satunya seputar moralitas dan karakter yang bobrok dan sepertinya menjadi permasalahan. Hingga, ragam permasalahan tadi menghasilkan sebuah jargon yang ditelurkan oleh pemimpin negeri ini (Revolusi Mental), namun sepertinya PR itu masih belum ada tanda-tanda untuk terselesaikan hingga periode kepemimpinannya berakhir.

"Rasanya begitu jelas, musibah ini menjadi isyarat akan begitu banyaknya kemaksiatan yang terjadi!"

"Tak perlu dipungkiri, Tuhan mengingatkan kita karena akhlak yang sangat bobrok. Lihatlah, konflik masih menjadi makanan sehari-hari."

Dan contoh lainnya yang serupa.

Have seen the same words like above?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline