Logika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menentukan pola pikir manusia secara tepat, lurus, dan teratur. Yang mana pola pikir tersebut harus bersifat logis atau valid.
Kata kunci logika dalam pengertiannya adalah "Akal", yaitu pemikiran yang berakal sehat akan menjadi penentu suatu tindakan dan Budi pekerti manusia. Logika juga merupakan bagian dari filsafat, yakni suatu kegiatan yang direfleksikan untuk mencari suatu kebenaran yang hakiki. Logika mengharuskan manusia untuk berpikir praktis menggunakan akalnya. Oleh sebab itu, dalam objek studi logika terdapat 2 jenis objek, diantaranya:
1. Objek material
2. Objek Formal
Objek material adalah sesuatu yang dipelajari manusia secara rasional dan sistematis atau tersusun rapi. Objek ini meliputi alam semesta dan seisinya. Sementara objek formal adalah sesuatu yang dipandang dari sudut atau cara tertentu. Misal, dalam ilmu Psikologi, yang berperan menjadi objek materialnya adalah manusia yang sedang diteliti, sedangkan pikiran dan tingkah lakunya berperan sebagai objek formalnya. Contoh lain dalam ilmu geologi, objek materialnya adalah bumi, sedangkan objek formalnya adalah penyebaran fenomena yang terjadi di dalam bumi seperti kabut, kebakaran hutan, tsunami dan sebagainya yang mana fenomena tersebut berhubungan dengan keadaan atmosfer, litosfer, biosfer, atau hidrosfer bumi.
Dalam ilmu filsafat, ada 3 objek yang menjadi dasar ilmu alat, yakni Tuhan, alam, dan manusia. Ketiga objek tersebut menjadikan tujuan filsafat yang diantaranya adalah logika, etika, dan estetika. Tujuan tersebut dijadikan sebuah kerangka berpikir dengan metode Ontologi (Apa?), Epitimologi (Bagaimana?), Aksiologi (Untuk apa?) untuk merenungkan suatu kebenaran yang hakiki.
Contoh sederhana seperti manusia menciptakan penghapus papan tulis. Logikanya tentu saja digunakan untuk menghapus, namun untuk apa manusia merancangnya sedemikian rupa padahal menghapus papan tulis juga dapat dilakukan dengan menggunakan kain?
Jawaban tersebut kemudian masuk ke dalam tujuan filsafat yang kedua, yakni estetika. Manusia cenderung ingin menggunakan sesuatu yang terlihat indah, menghapus papan tulis dengan kain atau kertas bukan suatu keindahan. Bentuknya tidak bagus, dan bekasnya dapat dibuang begitu saja setelah digunakan. Padahal, logikanya menghapus itu bisa dengan apa saja yang penting dapat menghapus dan membersihkan. Bukankah dapat juga digunakan dengan tangan?
Jawaban ini juga masuk dalam tujuan filsafat yang selanjutnya, yaitu etika. Menghapus papan tulis dengan tangan memang bisa saja dilakukan, hanya saja tentu saja hal tersebut sedikit melenceng dalam etika. Tangan yang digunakan untuk menghapus akan menjadi kotor dan berpotensi menghambat aktivitas orang tersebut. Misal, yang seharusnya setelah mengajar ia akan langsung bersalaman dengan murid-muridnya, maka hal itu tidak bisa langsung dilakukan sebelum ia mencuci tangannya selepas ia gunakan sebagai penghapus papan tulis manual. Oleh sebab itulah manusia menciptakan penghapus dengan menggunakan akalnya untuk mendesainnya sedemikian rupa.
Ditulis oleh Ela Fanuristiya, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam.