Fietry membenahi kamera dan perlengkapan liputan yang menemani tugasnya di lapangan hari ini. Dia telah resmi menjadi reporter RangkatTV menjadi asisten Rizal Falih yang kebagian tugas lapangan karena encok Bang Rizal suka kumat kalo terjun meliput di lapangan.
Setelah semua tersimpan rapih, Fietry berpamitan pada bosnya.
"Mas, aku pulang duluan ya. Udah malam nih." Fietry melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sebelas malam.
"Oke Fiet. Jangan lupa besok kamu harus pergi ke kantor Desa untuk meliput persiapan pemilukada Desa Rangkat dalam menetapkan kades yang baru." Bang Rizal mengingatkan tugas Fietry.
Fietry mengangguk, lalu bergegas pulang. Ia ingin segera merebahkan tubuh penantnya di atas kasur di rumahnya yang sunyi.
Sampai di depan rumahnya, Fietry bingung karena pintunya terbuka lebar. Fietry khawatir ada maling yang masuk ke rumahnya. Fietry mengambil ancang-ancang, menyiapkan kuda-kuda taekwondo yang ia pelajari di Padepokan Rangkat. Ia berjalan pelan memasuki rumahnya dan bersiap dengan segala kemungkinan. Fietry mendengar suara orang yang bercakap-cakap di ruang tengah. Dengan sikap penuh waspada Fietry mendekati sumber suara. Lantas sebuah suara berseru :
"Tuh, Teteh Fietry udah pulang!"
Dua wajah yang tak asing di mata Fietry tersenyum melihatnya. Fietry terpaku, membeku, tak percaya dengan penglihatannya. Kedua tangannya masih terkepal di depan dada dengan sikap kuda-kuda taekwondo.
"Fietry, apa kabar, Nak?" Sosok lelaki tegap berwibawa dengan rambut berhias uban dan garis tegas di wajahnya menandakan pengalaman hidup yang segudang itu menghampiri Fietry, mencium kepala Fietry dengan penuh kasih. Dialah Dian Kelana, yang selama ini tak pernah menetap di Desa. Selalu berkeliling ke mana saja demi mencari hakikat kehidupan.
"A..a..ab...abah!" Tangis Fietry pecah. Dian Kelana segera memeluk putrinya.
"Aku rindu sekali padamu, Abah."Fietry berkata di sela tangisnya.