[caption id="attachment_225601" align="aligncenter" width="300" caption="Foto: Dokumen Desa Rangkat"][/caption] Aku pulaaaaangggggg Tanpa dendaaaaammmm Gedebuk! Suara berdebum keras terdengar dari kamar Fietry. Ternyata ia terguling dari atas kasurnya dan tanpa ampun jatuh ke lantai. Fietry menguap sebentar, tangannya meraba-raba handphone yang masih membunyikan lagu SO7 dengan nyaring. Terlihat nomor kontak Mas Repotter berkedip-kedip di layar Samsung mininya. Fietry memencet tombolanswer. "Halo, ya ada apa Mas Repotter?" Fietry kembali menguap. "Fietryyyyy......kamu dimana?! Jam segini kok belum nyampe kantor?! Kamu kan harus meliput di kantor desa!"Suara Om Repotter terdengar galak di telepon. "Iya, Mas. Ini udah OTW kok," ujar Fietry berdusta. Daripada 'sarapan'nya nambah lagi. "Yaudah, ditunggu." sambungan telepon pun di tutup. "Hoooaaammm!" Fietry kembali menguap lebar, mengucek-ngucek matanya. Lalu dengan malas-malasan bangkit dan mengambil handuk. Dalam keadaan setengah mengantuk Fietry melangkah pelan dan terseok-seok menuju kamar mandi. Telinganya menangkap alunan biola yang di gesek dengan irama harmonis nan merdu. Fietry menoleh dan melihat Bimo sedang asyik bermain biola di beranda. Melewati dapur Fietry melihat abahnya sedang sibuk di menyiapkan makanan. "Loh, Abah? Kenapa masak? Harusnya kan aku yang nyiapin makanan buat Abah sama Bimo." Pak Dian tersenyum, ia menghampiri Fietry yang mukanya masih kusut karena baru bangun tidur. "Kamu keliatan capek sekali, hari ini gak apa Abah yang nyiapin sarapan. Udah mandi sana, anak Abah gak boleh bau kasur begini." Pak Dian mendorong Fietry untuk masuk ke kamar mandi. Selesai mandi dan bersiap-siap, Fietry menghampiri dua lelaki yang menjadi tumpuan hidupnya yang telah berkumpul di meja makan. Abah Dian Kelana telah menyiapkan nasi goreng kesukaan Fietry. Fietry makan dengan lahap. "Abah, aku liat Desa Rangkat sekarang rame banget. Banyak poster dan spanduk yang terpampang di jalan protokol desa." Celetuk Bimo sambil mengunyah telur dadar. "Iya, kan Desa Rangkat sedang mengadakan Pilkades. Untuk menggantikan Hans yang telah menjabat selama setahun." Pak Dian menjelaskan. "Abah pilih siapa?" tanya Bimo. "Abah belum tahu, masih lihat-lihat. Soalnya semua calon sama kuatnya dan memiliki kontribusi yang besar di Desa Rangkat." "Teteh pilih siapa?"Bimo beralih ke Fietry yang Asyik mengunyah nasi goreng special buatan Abahnya. "Mau tahu aja apa mau tahu banget?" Fietry meledek sambil meletkan lidah. "Ih, Teteh nyebelin banget sih! Aku kan cuma pengen tahu. Soalnya aku gak bisa milih. Belum punya akun di kompasiana. Dari kemarin daftar susah banget." Bimo malah curhat. "Itu Derita Loe!" Fietry kembali usil."Abah, aku udah selesai makan. Aku berangkat kerja dulu ya." Fietry mencium tangan Abahnya sereya ucapkan salam. Tak lupa melempar ledekan pada Bimo yang masih cemberut. *** Fietry mendongak, melihat spanduk besar di depan Kantor Desa berisi foto para calon Kades yang bakal di pilih warga Desa Rangkat. Tak lupa ia menembakkan kameranya ke arah poster-poster tersebut. [caption id="attachment_225605" align="aligncenter" width="710" caption="Foto: Dokumen Desa Rangkat"]
[/caption]
Fietry mendatangi Hans yang sedang bersantai menyaksikan pesta demokrasi yang kini tengah berlangsung di Desa Rangkat untuk melakukan wawancara. "Pak Kades, bagaimana pendapat anda tentang pilkades tahun 2012 ini?"Fietry mulai menanyakan sejumlah pertanyaan sambil tak lupa menyiapkan alat rekam. "Saya sangat senang, apalagi warga sangat proaktif dalam pemilihan kades baru ini. Setelah saya lengser jabatan nanti saya akan membuka padepokan di kaki gunung Naras. Kamu bisa ikut aku mengurus padepokan itu Fiet." Hans mengedipkan sebelah matanya dengan genit. Fietry bergidik. "Maaf Pak Kades, saya sedang bertugas. Mohon kerjasamanya." Fietry kembali ke pokok pembicaraan." Menurut kabar yang tersiar sebenarnya warga Desa Rangkat ingin agar anda yang kembali memimpin desa ini, tapi anda menolak, mengapa?" "Karena selama setahun menjabat, aku tidak berhasil menyunting satupun gadis Rangkat untuk kujadikan Teteh Kades. Saya tak ingin mencatat sejarah sebagai kades yang tak laku-laku, karena itu cukup satu masa jabatan saja. Saya ingin fokus mencari Teteh Hans. Kamu mau daftar jadi Calon Teteh Hans gak, Fiet?" Hans kembali mengerling. Fietry meringis. Bagaimana mungkin dia merayuku. Sedangkan di mejanya terpajang foto perempuan yang bukan aku! gerutu Fietry dalam hati sambil melirik pigura berisi foto seorang perempuan cantik di meja kerja Hans. [caption id="attachment_225608" align="aligncenter" width="300" caption="Foto: Koleksi Pribadi Jingga Rangkat"]
[/caption]
Hans memandang Fietry dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya sambil berkata dalam hati: Kata Bang Ibay, agar bisa menggaet hati seorang gadis. Aku harus menggunakan foto Jingga sebagai jimat. Semoga ini manjur, Fietry mau aku ajak jalan gak ya? "Oke, wawancara sudah selesai. Terima kasih atas kerjasamanya." Fietry bangkit berdiri. "Fiet, kamu pulang kerja jam berapa? Kita ke danau yuk, Teratainya sedang mekar dengan indah. Seindah kamu." Hans kembali melancarkan gombalnya. "Selamat siang Pak Kades." Fietry pamit tanpa menggubris rayuan Hans. *** "Hasil liputan kamu hari ini cukup bagus, seharusnya aku saja yang meliput ke kantor desa dan kamu yang meliput kampanyenya Bocing." ujar Om Repotter Rizal Falih ketika Fietry menyerahkan laporannya. "Emang kenapa, Om?"Tanya Fietry ingin tahu. "Aku jadi ketularan bau, dan baunya itu gak ketulungan! Nih cium ketek gue kalo gak percaya..."Om Repotter menyodorkan keteknya ke hidung Fietry. "Idih...itu mah Om Repotternya aja yang jarang mandi." Fietry beringsut menjauh sebelum ketek Om Repotter menyentuh indra penciumannya, dari jauh saja baunya sudah menyengat. "Hehe, iya juga sih. Aku udah seminggu gak mandi, kejar berita. Pers sebagai pilar keempat demokrasi harus memberikan berita yang akurat, sehat, dan tak mengada-ngada. Dalam Pilkades ini kita harus bersikap netral, tak boleh memihak, kita tak boleh menggembar gemborkan kelebihan satu calon dan menjelek-jelekkan calon lainnya. Itu melanggar etika jurnalistik. " Om Repotter berpetuah panjang lebar. Fietry cuma manggut-manggut mendengarkan seraya menahan napas, bau yang berasal dari ketek Om Repotter semakin terasa menyengat saja. *** Hari beranjak sore, Fietry mengayuh sepeda pulang ke rumah. Sepeda itu adalah inventaris RangkatTV, Om Repotter tak mau memberinya motor apalagi mobil. Gak ada budget katanya. Angin bertiup kencang, banyak poster bertebaran dan spanduk yang terpasang di sepanjang jalan desa. Salah satu spanduk calon kades menarik perhatian Fietry untuk menghentikan laju sepedanya. Fietry memandang spanduk bergambar seorang wanita berjilbab hitam dengan senyum lebar itu. Di antara sekian banyak calon yang ada, hanya dia calon kades yang membuat Fietry merasa yakin untuk memilihnya. Mungkin sudah saatnya Desa Rangkat di pimpin oleh seorang perempuan yang keibuan, yang bisa memimpin dengan kasih sayang dan kelembutan seorang perempuan. Juga punya kemampuan untuk membuat warga bahagia dengan candanya, dia sering menyenangkan warga dengan membagikan kripik buatannya secara gratis. Tapi bukan karena kripik Fietry tertarik memilihnya, tapi karena Fietry percaya dia pasti bisa membawa Desa Rangkat bergaung di kancah dunia. "Aku memilihmu Mbak Sekar." Bisik Fietry lirih. Lalu kembali mengayuh sepedanya berkejaran dengan matahari yang juga bersiap pulang ke pelukan cakrawala bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H